* *
Al qur'an sungguh mempunyai kemampuan dalam membedakan antara kebenaran yang hakiki dengan doktrin hasil kreasi manusia, untuk menjadi tolak ukur dan kunci dalam memahami ajarannya secara komprehensif agar kemudian mengaplikasikannya kedalam kehidupan.
Tak dapat dipungkiri bahwa pemahaman dan aktivitas spiritual keagamaan seluruh umat manusia sangat dipengaruhi oleh tradisi dan budaya nenek moyang yang turun-temurun, bahkan tidak terkecuali mayoritas umat islam di Indonesia pada umumnya, bahkan diterimanya dan masuknya islam di Nusantara itu disebarkan melalui pendekatan budaya setempat dan dengan kata lain bahwa kemurnian dari ajaran dan doktrin spiritual yang dipahami mayoritas manusia saat ini sedikit banyak sudah bercampur dengan ajaran-ajaran yang tidak suci lagi. Jika kita merujuk kepada sejarah awal dari perjuangan misi Risallah Sang Pencipta yang diembankan kepada para Rasul-NYA, khususnya dalam kesempatan tulisan ini, Ahmad bin abdullah dan berganti menjadi Muhammad yang kehadiran dan kedatangannya ditengah-tengah masyarakat musyrik mekkah pada masa itu sebagai seorang Utusan dan tujuan utamanya adalah untuk mengajak masyarakatnya meninggalkan segala tradisi keagamaan nenek moyang mereka, karena prinsip dakwah muhammad adalah dakwah yang furqan yaitu prinsip dakwah yang dengan tegas membedakan mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang batil (al baqarah 2/170).
Karena sesungguhnya kebenaran itu sendiri tidak mungkin bercampur dengan kebatilan, apalagi doktrin yang bersumber dari nenek moyang itu sangat tidak jelas dasar ilmunya, akan tetapi banyak yang lebih memilih apa-apa yang didapati dari nenek moyang mereka tersebut.
Ada satu adagium menyesatkan dari pemahaman kaum agamais bahwa :
"Semakin sesuatu itu tidak masuk akal maka semakin sesuatu itu harus diimani" padahal jelas perbedaan antara manusia dengan hewan adalah, manusia diciptakan dengan dikaruniai oleh Sang Pencipta berupa anugerah akal pikir (qalbu), jadi bila manusia lebih menyukai, memilih dan meyakini sesuatu yang masuk akal/obyektif ilmiah berarti manusia tersebut benar memiliki sarana akal pikiran dan bahwa jelas Rasul Allah bersabda bahwa Din al islam itu diperuntukan hanya untuk mereka yang selalu ingin memaksimalkan fungsi akal pikirannya. Sang Pencipta melarang dari seluruh makhluknya, khususnya manusia dalam mengikuti dan melaksanakan sesuatu itu tanpa ilmu dengan menggunkan nalar/akal, bagaimana mungkin manusia bisa memahami Din Allah tanpa dengan mendayagunakan akal, sebab akal adalah merupakan sarana utama yang harus difungsikan secara maksimal dan terukur agar manusia tersebut dapat memahami kebenaran yang hakiki, jadi sangatlah logis jika essensi seorang manusia itu terletak pada akal budinya, bukan pada bentuk, warna kulit dan fisik biologisnya.
Kedewasaan berpikir, kebijakan sikap dan kejujuran ilmiah adalah satu hal yang harus dikedepankan oleh setiap diri manusia yang berakal. Hukum kesepasangan itu merupakan fitrah seluruh makhluk Sang Pencipta dan sampai kapanpun perbedaan itu selalu akan ada ditengah kehidupan alam semesta karena perbedaan merupakan sesuatu yang melekat dari prinsip kesepasangan seperti halnya langit dan bumi, siang dan malam, hak dan batil, hidup dan mati, laki_laki dan perempuan dan seterusnya.. Semua itu dalam hal kesepasangan dan sekaligus sudah pasti memiliki perbedaan. Perlu diketahui bahwa prinnsip dasar dari Kitab Suci adalah Allah yang Maha Kuasa mustahil menurunkan wahyu kepada Rasul-Nya dan isinya yang saling bertentangan antara satu ayat dengan ayat lainnya dan jika terjadi suatu kesalah pahaman atas ayat-ayat yang terkesan kontradiktif maka kesalah pahaman itu ada pada pemahaman dan penafsiran manusia itu sendiri, bukan pada firman-firman-NYA dan sebagai makhluk yang berpikir manusia diperintahkan untuk selalu mengkaji dan merenungi ayat-ayat-NYA, baik ayat-ayat yang kauliyah maupun yang qauniyah, jadi tegasnya kitab suci al qur'an sesungguhnya adalah Ilmu Allah yang tertulis dan bersifat obyektif dan ilmiah, sehingga tidak mungkin ada ayat-ayat dalam kitab suci yang tidak dapat dicerna dan dipahami manusia berakal sehat, dengan kata lain semua ayat-ayat didalam kitab-kitab-Nya tidaklah mungkin bertentangan dengan akal/rasio manusia.
By: ZIMRAN A.E.