Pada masa Muhammad Rasulullah pengelolaan pajak atau pendapatan negara belum seragam seperti di masa sekarang, tetapi sudah ada konsep dasar mengenai keuangan publik. Pendapatan negara dikelola berdasarkan prinsip keadilan, transparansi, dan kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah beberapa bentuk pengelolaan pajak dan pendapatan pada masa Rasulullah SAW
1. Zakat sebagai Pajak Utama
Zakat adalah salah satu pilar Islam yang menjadi kewajiban
umat Muslim untuk mendukung kesejahteraan masyarakat, terutama kaum fakir dan
miskin.
Zakat dikenakan pada harta tertentu (emas, perak, hasil
pertanian, ternak, dan perdagangan) dengan persentase yang telah ditentukan
(seperti 2,5% untuk emas dan perak).
Hasil zakat digunakan untuk:
·
Fakir dan miskin.
·
Amil (pengelola zakat).
·
Muallaf (yang baru masuk
Islam).
·
Membebaskan budak.
·
Orang yang terlilit utang.
·
Perjuangan di jalan Allah.
·
Ibnu sabil (musafir yang
kehabisan bekal).
2. Jizyah (Pajak Non-Muslim)
Jizyah adalah pajak yang dikenakan kepada non-Muslim (ahlul
kitab) sebagai imbalan atas perlindungan dan hak hidup damai di bawah
pemerintahan Islam.
Nilai jizyah disesuaikan dengan kemampuan individu, sehingga
tidak memberatkan.
3. Kharaj (Pajak Tanah)
Kharaj dikenakan pada tanah yang dimiliki oleh non-Muslim
yang ditaklukkan, atau pada tanah yang tidak dikenakan zakat.
Hasilnya digunakan untuk kebutuhan publik, seperti
pembangunan infrastruktur atau kesejahteraan masyarakat.
4. Ghanimah (Harta Rampasan Perang)
Ghanimah adalah harta yang diperoleh dari peperangan.
Rasulullah SAW membagi ghanimah menjadi:
1/5 untuk Baitul Mal (kas negara) dan digunakan untuk
kepentingan umum.
Sisanya dibagi kepada pasukan yang ikut berperang.
5. Fai' (Harta tanpa Perang)
Fai’ adalah harta yang diperoleh tanpa peperangan, seperti
dari perjanjian damai atau penyerahan sukarela.
Harta ini sepenuhnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan
umum.
6. Sadaqah dan Infak
Selain zakat, masyarakat didorong untuk memberikan sadaqah
dan infak sebagai kontribusi sukarela untuk membantu sesama.
Prinsip Pengelolaan Pajak
Keadilan: Setiap orang membayar sesuai kemampuan dan
kewajiban yang ditentukan syariat.
Transparansi: Dana dikumpulkan dan disalurkan dengan
jujur dan terbuka.
Kesejahteraan: Fokus utama adalah mengentaskan
kemiskinan dan menciptakan masyarakat yang sejahtera.
Amanah: Rasulullah SAW memastikan para pengelola
keuangan negara adalah orang-orang yang amanah dan jujur.
Peran Baitul Mal
Seluruh pemasukan, baik dari zakat, jizyah, kharaj,
ghanimah, atau fai’, dikelola melalui Baitul Mal, yang berfungsi sebagai kas
negara. Baitul Mal memastikan dana digunakan untuk kepentingan umum dan tidak
disalahgunakan.
Kesimpulan
Pada masa Rasulullah SAW, pengelolaan pajak bersifat
sederhana namun sangat efektif. Fokusnya adalah keadilan, kesejahteraan, dan
kepatuhan terhadap syariat. Sistem ini menjadi dasar pengelolaan keuangan Islam
yang terus berkembang hingga kini. Rakyat melihat langsung manfaat dari pajak
yang mereka bayarkan, sehingga mendukung penuh kebijakan tersebut.
Dengan pengelolaan yang adil, amanah, dan sesuai syariat,
rakyat pada masa Rasulullah SAW merasa bahwa pajak adalah bagian dari upaya
menciptakan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Bahkan rasa keadilan ini
juga dirasakan oleh kalangan yang bukan beragama Islam pada masa pemerintahan Khalifah
Muawiyah.
Perlindungan terhadap kaum Nasrani di wilayah pemerintahan
Khalifah Muawiyah menunjukkan bagaimana Islam menghormati hak-hak non-Muslim.
Gubernur-gubernur yang bertugas pada masa itu menjalankan kebijakan yang
mencerminkan prinsip keadilan dan perlindungan untuk semua warga negara,
sehingga membuat kaum Nasrani lebih memilih hidup di bawah pemerintahan Islam
daripada penguasa sebelumnya.
Penulis:
Michael Zahid Aditya