Rabu, 08 Januari 2025

Tentang Musa

 

Berbicara tentang sejarah Bani Israel, Gunung Tursina adalah merupakan sebuah tempat terjadinya peristiwa di mana Rasulallah Musa sebagai pemimpin dari Bani Israel itu melakukan janji setia kepada Tu(h)an Semesta Alam (Qs Al Ahzab, 33/7). Yang mana maka perjanjian itu harus dipegang teguh agar Bani Israel dapat mengharapkan pertolongan dari Allah guna untuk menjadi ummat yang merdeka dan memiliki daulah atau kekuasaan tersendiri yang bebas dari penindasan sistem kekuasaan thaghut.

Masih banyaknya orang-orang yang belum dapat mengungkapkan cerita sejarah dari visi misi Rasulallah Musa mengapa eksodus meninggalkan Mesir menuju Gunung Tursina? Sesungguhnya kisah itu terjadi karena dilatar belakangi oleh janji Allah kepada Ibrahim yang akan diberikannya tanah perjanjian (Yerusalem) dan akan menjadikan bani Israel sebagai bangsa yang berada diatas segala bangsa, merdeka dari segala sistem perbudakan fir'aun, semua itu karena estafeta perjalanan Risallah dari Tu(h)an Semesta Alam itu telah diteruskan oleh Musa. Oleh karena itu penting dalam hal memahami keseluruhan kisah Musa haruslah terlebih dahulu, didahului dengan memahami visi dan misinya. Visi misi Risalalh Musa telah terwujud dengan tiga tahapan perjuangan yaitu iman, hijrah, dan jihad (Qs At Taubah, 9/20) yang terangkum penjabaranya ke dalam enam fase perjuangan (sittati ayyam) di dalam memperjuangkan tegaknya Din Al Islam.

Sesungguhnya para penguasa yang menjadi musuh Allah itu sedang bersandiwara dalam hal kebatilan, dan sehingga jelas bahwa bagi mereka orang-orang kafir (musyrik) itu sudah pasti akan menemui hari yang dijanjikan kepada mereka yaitu hari kebinasaannya (Qs At Thur, 52/49).
Seorang mu'min muballigh haruslah konsisten atas perjanjiannya denga Tu(h)an Semesta Alam dan tidak pernah putus asa dalam mennyampaikan prihal konsep jalan kebenaran sejati (shiraathal mustaqiim) (Qs Al An'am, 6/161).


                Disadur kembali oleh:  Zimran A.E.

Bicara Kepastian

Mekanisme penulisan Al Qur'an merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh insan manusia dalam upayanya menggali dan mengkaji makna/arti terdalam dari ayat-ayat kitab suci Sang Pencipta. Perlu diingat bahwa dalam setiap juz kitab suci Al Qur'an itu terdiri dari satu atau beberapa surat dan juga ruku', dengan demikian, maka pemahaman suatu ayat tidak bisa dilepaskan dari konteks ruku' tersebut. Demikian pula, kontekstualisasi permasalahan dalam satu juz itu tidak bisa dipisahkan dari pemahaman Al Qur'an secara keseluruhan. Dengan skema seperti itulah maka dapat diperoleh tafsir dan ta'wil Al Qur'an yang tidak akan pernah kontradiktif antara satu ayat dengan ayat lainnya ( Qs Al Qamar, 54/22). Tegaknya Din Al Islam merupakan suatu kepastiandari janji Allah dan juga nasib orang-orang yang tidak percaya akan hari tegaknya atau kebangkitan Din Al Islam. Essensi dari Iman adalah percaya dan yakin dengan berita ghaib, yakni sebuah berita tentang suatu peristiwa yang akan terjadi pada masa mendatang oleh para pendakwah (mu'min mubaligh) misi risallah kebangkitan/ tegaknya Din Al Islam. Hanya orang-orang berakallah (ulil albab) yang dapat mengaitkan berita ghaib, atau prediksi dari para nabi-nabi dan Rasul Allah itu dengan ayat-ayat Alam (kauniyah) dan sejarah yang telah berlaku bagi orang-orang terdahulu.
Sesungguhnya Alam semesta itu merupakan laboratorium Ilmu Tu(h)an Semesta Alam, karena pada Alam semesta inilah segala sunatullah berlaku (Qs Ali'Imran, 3/83). Demikian halnya, setiap visi dan misi yang disampaikan oleh para nabi dan Rasul-Nya dalam Al Qur'an sudah terbukti kebenarannya, jadi bukan hal yang baru, bahkan juga dongengan dan juga karangan dari para utusan-Nya. Itulah kepastian Sunnatullah yang akan berlaku bagi seluruh ummat manusia di sepanjang zaman.
Apabila manusia ingin mewujudkan kehidupan sosial yang setimbang, maka dari itu contohlah bagaimana Allah menegakan kesetimbangan itu pada Alam. Ingat manusia adalah bagian dari Alam yang diperkecil, ia makhluk dari Sang Khalik ( Pencipta) sebagaimana makhluk-makhluk lainnya yang ada pada Alam, Oleh karena itu, sudah seharusnya manusia berperan/berperilaku sebagai hamba/budak yang taat kepada Tu(h)annya, Sang Pencipta sebagaimana makhluk Alam lainnya yang taat kepada hukum-hukum yang telah Allah undangkannya, sehingga terciptalah sebuah keharmonisan semesta. Sebenarnya manusia dalam menyelaraskan diri dengan hukum-hukum Allah yang ada pada Alam Semesta dan kitab suci-Nya, itu merupakan maksud dari sebuah do'a, yang berbunyi "waqina 'azaban-nar" yang artinya jauhkanlah kami dari azab kehidupan neraka, yaitu kehidupan yang kacau balau, antagonistis, dan yang saling menjatuhkan satu sama lain.
Seperti telah dipahami bahwa kita suci Al Qur'an menjelaskan tentang sebuah proses kehidupan dari seluruh ummat manusia yang berlangsung dan berlaku pada Alam Semesta, Oleh sebab itu Allah menjadikan Alam Semesta sebagai alat atau sarana untuk mengajarkan Ilmu-Nya yang bekerja kepada kehidupan jiwa (nafs) dan sosial masyarakat manusia, Dengan kata lain, Alam Semesta merupakan sebuah kitab besar yang didalamnya telah ditetapkan segala hukum-hukum Allah yang tidak boleh dilanggar. Maka dari itu fenomena-fenomena yang terjadi pada Alam Semesta itu juga disebut sebagai Ayat-ayat Allah.



           Disadur kembali oleh: Zimran A.E.


Serpihan petuah

 Serpihan petuah    Berdasarkan kajian surat Asy Syu'ara' ayat 198 sampai 200  saya berani menyimpulkan bahwa kitalah dari bangsa Nu...