01 April 2024.
Kitab Suci sebagai sebuah Kitab Literasi
Sejarah perubahan atau lebih tepatnya sebuah kisah yang menceritakan tentang
pergantian sebuah perabadan yang otentik, kenapa dikatakan otentik?, karena
makna atau esensi yang terkandung didalamnya tidak banyak orang yang mau menggali
untuk memahaminya, hingga mampu menyentuh pemahaman yang benar (Qs.56:78,79),
karena ada nilai dibaliknya yang bisa dijadikan sebuah pelajaran(Qs.56:80),
dengan diawali memfungsikan Akal sebagai modal utama bagi kita mempelajari ni;ai-nilai
dalam memahami keilmuan yang terkandung didalamnya (Qs.17;36), tanpa
memfungsikan Akal dalam mempelajari dan memahaminya, maka kita hanya akan dibuat
berhalusinasi dalam pemahaman pemikiran “ortodoks” pada bayang-bayang
estakologis ahir zaman, tanpa dapat menemukan cara agar kita mampu memahaminya
dengan berdasarakan Ilmu.
Sedangkan untuk kitab Suci yang ada
dipembahasan, dalam hal ini untuk digali, pelajari dan fahami nilai esensi yang
terkandung didalamnya, saya mengambil sumber dari Al-Qur'an, bukan dalam rangka
membeda-bedakan atau memilah-milih, tapi karena dalam keterbatasan pengetahuan
yang baru pada satu kitab ini saja, yang menurut cara pandang dan pendapat secara
pribadi merupakan sebuah bacaan kitabiah yang cukup Ilmiah, dan saya juga
meyakini begitupun dengan kitab-kitab lainya yang ada sebelum Al-Qur’an hadir,
dengan satu syarat juga tentunya bila mau memahaminya dengan sebuah dasar keilmuan
harus Logis dengan menggunkan nalar, bukan atas pola pemikiran dan persepsi
atau pandangan pribadi-pribadi yang cenderung mengedepankan naft dalam proses
berfikirnya hingga sampai pada proses menyimpukan.
Lalu letak ke-Suciannya sendiri menurut
saya ada pada, karena tidak semua orang mau dan mampu memahaminya melalui
sebuah proses olah fikir yang benar, hingga mampu dicerna dan terima secara sederhana
dan logis, karena didalam Kitab Suci terdiri dari bentuk struktur badan bangunan
dalam penyusunannya, dan isi pemaparannya terdapat struktur penulisan yang
dirancang dan difikirkan secara cermat hingga tersaji secara unik dan sangat
ilmiah, yang apabila kita mau memahami lebih jauh, secara singkat dapat
diterangkan mengenai isinya(Kitab Suci) yang ingin menjelaskan atau menerangkan
sebuah pola dari konsep hidup dan kehidupan Universal
yang berawal dan berahir dan bersandar hanya kepada Sang Pencipta, sebagai
satu-satunya sumber kesejatian ilmu kehidupan, dalam membangun sebuah kesadaran
Spiritual kepada manusia yang dapat menghidupkan pola berfikir yang logis,
hingga mampu dinikmati dengan sederhana sebagai sebuah hidangan keilmuan yang tersaji
didalam-Nya.
Selanjutnya kita akan diberikan
gambaran besar mengenai sebuah permasalahan yang ada dan harus kita gali lebih
dalam serta dipelajari lebih tekun agar dapat dipahami menjadi sebuah hikmah dalam
menemukan esensi yang terkandung didalamnya, sehingga diharapkan mampu
membangun diri menjadi manusia yang berkripadian(ber-Ahkalq) hingga sampai pada
pribadi yang bijaksana(manusia paripurna), jadi Kitab Suci menjelaskan sebuah Gambaran
Isme Tuhan YME itu sendiri, yang diharapkan dapat membentuk dan membanguan
kharakter manusia-manusia yang dapat membuka wawasan berfikir jauh lebih luas
dan lebar agar dapat masuk pada sebuah gambaran permasalahan luas diluar sana
yang di terangkan secara tidak urut, bahkan cenderung tidak berbentuk, hingga berupa
penggalan atau bagian kisah-kisah kehidupan dari zaman-kezaman perjalanan kehidupan
umat manusia dimuka bumi.
Kitab Suci sebagai sebuah warisan umat
dimasa lalu yang telah diramkum menjadi sebuah buku (Mushaf) atau lebih
tepatnya sebagai kitab Ilmiah, yang sejatinya adalah milik Tuhan YME, dan dibukukan
oleh mereka umat-umat “berke-Tuhannan pada zamannya”, yang sebelumnya telah mendapat
pemahaman dan keilmuan terlebih dahulu agar mereka juga mampu melihat dan
memahami sebuah kondisi faktual dan kedepan yang bias saja terjadi pada masa
itu dan masa depan, dan seharusnya kitab suci dijadikan sebagai landasan konsep
berfikir dalam menemukan jalan keluar yang tepat, serta mampu menjawab
tantangan dari permasalahan dunia yang terjadi saat itu, dalam memahami konsep hidup
dan kehidupan universal versi literasi Kitabiah yang terjadi dimasa dan
zamannya masing-masing, yang pada ahirnya dapat di artikan sebagai sebuah
kebiasaan atau sebuah tradisi bagi Tuhan YME untuk menjelaskan/menerangkan
(dengan cara mengutus) seorang perantara diantara mereka sendiri, untuk umat
manusia dizamannya dalam menjelaskan sebuah pemahaman Ilmu Ketuhanan yang
tertulis dalam Kitab Suci bagi segenap manusia yang hadir/hidup disebuah zaman.
Seperti yang sama-sama kita ketahui pada
masa Musa(Moses) dan Yesus(Isa) sang utusan disebutkan sebagai Mesias, atau lebih
akrab dalam Bahasa kitab dikenal sebagai putra/anak sulung Tuhan, esensi yang
terkandung dibaliknya adalah, hanya Anak yang mampu memahami kehendak Sang Bapak
dan begitu pula pada masa berikutnya, yang merupakan sebagai bentuk Kasih dan
Sayang-Nya(Tuhan YME), maka kembali akan diutus seorang yang benar-benar
mengenal kebiasaan(Kharakter) Sang Pencipta, dengan ditandainya kembali
diturunkan sebuah kesadaran terhadap sebuah keIlmuan yang telah lama pudar dan
cenderung hampir hilang tak berbekas.
Esensi keilmuan Bapak sebagai
panggilan terhadap Tuhan (didalam pemahaman Kristiani) adalah sebagai bentuk
penjelasan sebuah keterkaitan hubungan yang sangat dekat, yang di analogikan
seperti anak dan Bapaknya, dan seorang anak yang baik, dia akan mengenal keinginan
dan kehendak dari Sang Bapak dan begitupun selanjutnya setelah umat Narani diangkayt
menjadi umat pilihan di zamannya, sebutan nama Mesias mulai berangsur tidak lagi
disampaikan pada masa-masa berikutnya, dan setelah keruntuhan kejayaan kaum
Nasrani, maka akan diturunkan kembali sang mediator Tuhan dengan diperkenalkannya
gelar atau secara jabatan sebagai seorang RASUL/Nabi, ini tidak ubahnya seperti
gelar yang disematkan atau diberikan, seperti ketika seseorang berhasil dipilih
untuk pemimpin disebuah perusahaan, maka akan ada tambahan Nama Jabatan
didepannya dengan sebuah panggilan Direktur.
Sebenarnya yang perlu dipermasalahkan
disini bukanlah pada konteks Nama atau jabatan yang disematkan atau gelar yang
diberikan, akan tetapi harusnya kita dapat masuk jauh lebih dalam lagi agar
sampai pada sebuah sudut pandang pemahaman, sebuah konten atau isi yang nantinya
dapat dijelaskan dan diarguntasikan sebagai sebuah Misi dan Visi yang
sebenarnya ingin disampaikan oleh Tuhan melalui mediatornya yaitu Mesias, Nabi,
Satrio, Ratu adil, Imam Mahdi, bahkan Rasul sekalipun, yang dapat dijelaskan
dan dikritisi secara ilmiah, logis, factual dan terafirmasi pada kehidupan di
setiap masanya dan dapat terkonfirmasi di zaman ini, karena bentuk sifat dari
kitab suci itu sendiri, tidak lekang dimakan oleh zaman, dan hanya mahluklah
yang akan lekang ditelan oleh kekuatan waktu dari bergulirnya pergantian sebuah
peradaban disuatu zaman.
Dari pembukaan isi kitab yang menjelaskan
dan gambaran pemaparan permasalahan yang disampaikan dalam bentuk sebuah bangunan
struktur pemikiran yang dalam literasi Kitabiah, seharusnya ada sebuah cara,
atau lebih tepatnya metode khusus, yang kiranya dapat digali sebagai sebuah dasar
pemahaman dan menjadi landasan sumber keilmuan dalam mengambil langkah-langkah
atau keputusan untuk dapat merumuskan tindakan yang akan diambil untuk sampai
pada jalan keluar dan solusi yang terbaik dari permasalahan yang telah ada, yang
selama ini tidak pernah terselesaikan baik dari pergantian tampuk kekuasaan
yang ada, bahkan bila kita cermati lebih jauh, cenderung semakin menumpuk hingga
seperti benang kusut dan bila kita melihat kebelakang kembali, sejauh bangsa ini
lahir belum ada sebuah harapan besar yang benar-benar ingin direalisasikan
hingga dapat menjadi sebuah solusi yang konkrit bagi permasalahan yang terjadi khususnya
di negeri ini dan umumnya perkembangan pengaruh dunia dimasa yang akan datang.
Afatar 7680