Sudahkah kita siap untuk mulai memfungsikan
kesadaran berupa sarana yang diberikan(dibekali-Nya) sebagai modal dasar bagi
seorang manusia agar dapat hidup dengan benar dengan memahami sebuah berfungsi
selayaknya mahluk yang diciptakan dengan segala bentuk dan wujudnya yang telah
sempurna, apakah itu? Qolbu/Akal/Nalar.
وَلَا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang
tidak kamu ketahui ilmunya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan (qolbu) hati
nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.Qs.17/36.
Semua apapun bentuk dan wujud
yang hidup dan hadir dialam semesta ter-khusus bumi ini, sifat dasar dari garis
penciptaan atas dirinya, berada dalam keadaan tunduk patuh dan ta'at, terhadap
semua aturan yang mengikat didalamnya, berupa hukum universal yang melekat
pada alam, jauh ribuan tahun sebelum manusia hadir dimuka bumi, yang telah menjadi
sebuah keputusan mutlak sekaligus kehendak dari Sang Pencipta itu sendiri(Tuhan
YME), semua penciptaan yang ada memiliki batasnya, dan mereka semua diciptakan
dalam keadaan tidak diberikan atau memiliki pilihan atau dapat memilih untuk
menentukan jalan atau arah kehidupannya sendiri.
Akan tetapi ketentuan itu tidak
berlaku secara mutlak kepada semua mahluk ciptaan-Nya, ada satu mahluk yang diciptakan
secara khusus dan telah dipilih secara langsung, sebagai ujung ahir dari semua
proses penciptaan, yang menjadi wujud dari ciptaan termutahir Tuhan YME di
dunia, untuk dapat ikut menjadi bagian dalam rencana besar-Nya, dalam proses Tuhan
menyempurnakan penciptaan pada alam semesta ini yang disebut sebagai manusia, manusia
merupakan bagian terujung dan merupakan elemen kehidupan terpenting dari sebuah
porses sempurnanya penciptaan alam semesta yang nantinya akan diisi(diwarnai) oleh
sebagian kecil (segelintir) dari manusia-manusia yang akan diberikan(dimandatkan)
dari sebuah proses panjang sekaligus sebuah kesempatan yang seluas-luasnya
didalam menentukan, sekaligus memilih jalan kehidupannya khususnya sepesiesnya dalam
eksistensinya di dunia, dengan sebelumnya diawali memfungsikan sarana/modal
hidupnya(qolbu) yang akan dapat menjawab setiap rencana dan kehendak-Nya yang
pasti dalam sebuah proses peralihan dari zaman atau peradaban, dan ini
merupakan sebuah sekenario yang pasti terjadi dan menjadi kebiasaan-Nya, sebagai
bentuk Kharakter dari Sang Pencipta itu sendiri, sama kiranya seperti sebuah kepastian
bergantinya malam dan siang, dan begitupun sebaliknya yang sampai hari ini
tidak/belum pernah sekalipun berhenti, siapakah mereka?.
Mereka yang dulukala pada ribuan
tahun yang lalu disebut sebagai Khalifah, khalifah bukanlah sesuatu hal yang tidak
mungkin ditengah kondisi suatu zaman yang tidak menentu, dan buak suatu hal
yang tabu hingga perlu dinafikan hingga ditolak keberadaanya, karena proses
yang dijalani mereka merupakan sebuah proses dalam membangun sebuah kesadaran
secara spritiual dari zaman kesaman berdasarkan atas sebuah proses sunatullah
dari sebuah bacaan dari kondisi baik alam dan psikososianya dan sebagai kehendak
Tuhan yang dikatakan diawal sebagai ujung dari rencana-Nya dalam menyempurnakan
proses Penciptaan yang ada pada bumi sebagai bagian dari alam semesta, dalam
Dia merahmati seluruh isi dan ciptaannya, dan hal ini akan menjadi sebuah
proses spiritual seseorang yang mau memahami kitab sebagai proses mensucikan
akal Budinya, dan dari pribadi-pribadi seorang hamba yang telah tersadar atas
apa yang menjadi sebuah rencana dan kehendak-Nya sampai menemukan kepahaman
dari kata sejati dalam kehidupannya yang berdasarkan atas bacaan dari perhitungan
masa dan tahun penanggalan, yang hal tersebut hanya dapat dipelajari dan dipahami
didalam kitab-kitab-Nya, bagi siapapun mereka para pemikir yang gelisah dan
ingin menemukan sebuah kebenaran sejati yang pasti sebagai sebuah kondisi yang
dapat dipahami pada setiap ahir dari sebuah periode disuatu zaman yang bila tidak
meleset, alam yang akan berganti tahun, di setiap +/-1400 masa waktunya, proses
yang dijalani bukanlah mewakili atau perwakilan dari setiap diri manusia yang
hidup disuatu zaman tersebut, karena Khalifah merupakan bentuk lain, dari sebuah
proses penciptaan, yang menjadi sebuah proses penciptaan sebuah kesadaran akal (bukan
fisik) atas fungsi dan tugas/ tanggungjawab seorang hamba kepada Tuannya(Pencipta-Nya),
karena seorang khalifah sebagai pelayan sekaligus pengganti(budak) didalam
fungsi Tuhan itu untuk melayani dan merahmati seluruh mahluk ciptaan-Nya dimuka
bumi, wabil-khusus manusia itu sendiri yang menjadi bagian dari tatanan kehidupan
dari seluruh mahluk ciptaan-Nya, dalam berbangsa hingga bernegara agar sampai
pada sebuah titik keselarasan dan keseimbangan didalam kehidupan yang dirahmati
oleh-Nya.
Semua itu harus diawali dengan
membangun sebuah kesadaran spiritual yang berdasar atas sebuah kesadaran akan fungsi
kitab-kitab Tuhan YME yang telah hadir dari sekian ratus tahun, bahkan hingga ada
yang telah sampai ribuan tahun lalu, tapi bagi kebanyakan oleh orang dari
setiap umat-umat yang meyakini baru hanya di sucikan secara fisik dari kitab
tersebut, belum sampai pada proses kesadaran bagaimana agar kesucian tersebut dapat
melekat dan menjadi bagian dari dirinya, sebagai cara Tuhan dalam menjaga
kemurnian isinya, sehingga tanpa sadar sampai kapanpun tidak akan mampu
memahami isi dari kontek nilai/esensi yang terkandung didalamnya, hingga seiring
proses waktu hingga ke zaman bentuk kesusian yang dimaksukan menjadi bias, hingga
tidak ada lagi manusia yang mampu menjawab(menemukan) konteks dari makna yang terkandung didalamnya, sebagai
bentuk kepastiannya yang cepat atau lambat semua apa yang direncanakan dan
menjadi sebuah keputusan dari-Nya pasti akan menjadi sebuah kenyataan,
permasalahanya dimanakah posisi kita apabila waktu itu telah jatuh ditetapkan-Nya?
Sebagai sebuah gambaran dihari ini, bahwa keyakinan yang ada, berupa agama-agama
yang ada saat ini, sejatinya sudah terpecah, terbagi-bagi (73 golongan), akan
tetapi yang tidak banyak disadari bagian-bagian yang telah terpecah tersebut
masih diyakini (para penganutnya) sebagai sebuah kebenaran, padahal apa yang
ada pada mereka saat ini, hanya berupa sebuah kepingan-kepingan kecil dari potongan/pecahan
yang sejatinya dapat dianalogikan sebagai sebuah pecahan beling, yang bila
tidak segera disadari, cepat atau lambat pasti akan melukai diri para
penganut-penganut kaum agamais yang masih meyakininya sebagai sebuah kebenaran
atas dasar sudut pandang mereka masing-masing.
Afatar7680