Ayat
Mutasybihat Yang Di Tafsirkan Muhkamat
Kesalahan besar para mufassirin (para penerjemah) adalah
memahami ayat mutasybihat secara muhkamat. Bagaimana mungkin ketika Al-Qur'an
bercerita pohon kemudian dimaknai dengan pohon yang sebenarnya, Apa tujuan Allah
menyampaikan pesan dengan bahasa perumpamaan, jika fokusnya adalah barang yang
aslinya?, tanpa ada pelajaran dibalik cerita yang dikisahkan tersebut.
Bukankah penduduk Badui yang tinggal di pedalaman dan jauh
dari keramaian, sudah memiliki kepandaian alamiah tanpa bimbingan Al-Qur'an?.
Bukankah pohon dapat tumbuh dengan subur, tanpa gangguan keserakahan manusia?.
Lalu pesan apa yang bisa di ambil jika ayatnya ditafsirkan secara tekstual?.
Ayat mutasybihat mengandung banyak bahasa simbolik. Dalam
literasi, bahasa simbolik digunakan untuk menyederhanakan sesuatu yang
membutuhkan penjelasan luas dan panjang, agar mudah dipahami oleh si pembaca.
Ayat ini membimbing Nabi Muhammad Rasulullah dan para pengikutnya di awal
perjalanan. Keyakinannya semakin kokoh karena cerita didalamnya mengisahkan
sejarah peradaban masa lalu dan akan datang.
Kisah bangsa-bangsa besar diceritakan dengan simbol tentara
gajah, kepala dari emas, dada perak, perut dari perunggu, dan kaki dari
campuran tanah liat dan besi. Pertanyaan, bagaimana menceritakan kisah ini
dimasa kini?.
Cerita bangsa-bangsa besar ini, dibinasakan berulang-ulang
pada setiap zaman. Di era Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad, dan giliran
berikutnya diberikan kuasa atas mereka. Di awal perjuangan kemenangan itu bersifat
janji yang akan datang, dan itu terjadi setelah proses perjalanan yang
dilakukan.
Belum lagi cerita Nabi Isa yang dikisahkan memiliki
kemampuan mukjizatiah, menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta, tuli,
dan lumpuh, serta menyembuhkan orang yang menderita kusta. Ketika cerita ini
dibahasakan dengan apa adanya, lalu nilai apa yang bisa di ambil sebagai
pelajaran?. Dan kenapa Nabi Isa dan pengikutnya di musuhi dan diperangi oleh
penguasa kala itu (Herodes), jika pekerjaannya seperti ini?
Kesimpulan, sebagai bahan renungan untuk menjawab beberapa
pertanyaan di atas. Mari kita buka firman Tuhan dalam surat Al-Hajj (22) ayat:
46, di bawah ini:
"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,
sehingga hati mereka menjadi sensitif atau telinga mereka menjadi mendengar?
Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi pikiran yang di dalam
qolbu itulah yang buta."
Firman ini mengajarkan bahwa, segala sesuatu yang nampak
oleh mata telanjang bukanlah bacaan yang bisa di ambil sebagai pelajaran. Karena
ada nilai yang terkandung didalamnya dan harus digali lebih dalam. Hanya
orang-orang yang memiliki keluasan dan kelapangan berpikirlah yang akan
mendapatkan.
Penulis:
Michael
Zahid Aditya