Kekhawatiran
seorang pembawa risalah terhadap warisan yang ditinggalkannya selalu terjadi di
zaman sesudahnya. Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad, adalah para pembawa
risalah Tuhan Semesta Alam yang sudah membuktikan keberhasilan di setiap zaman
mereka. Mereka semuanya berhasil mengemban tugas dari Tuhannya, dan bukti
keberhasilannya bisa kita rasakan dari Kitab Suci yang diwariskannya.
Kitab Suci
yang mereka tuliskan adalah petunjuk yang datang dari Tuhannya, atas solusi
permasalahan yang dihadapi dan selanjutnya menjadi pelajaran bagi generasi
setelahnya. Artinya, cerita yang ada dalam Kitab Suci adalah kisah-kisah
teladan yang memiliki nilai petunjuk bagi sang pembaca. Ketika tidak ada yang
bisa dicontoh dari setiap ayat yang diceritakannya, maka nilai yang terkandung
padanya adalah dongeng semata atau dalam bahasa mereka disebutkan "kitab
suci adalah fiksi"
Pernyataan
bahwa "kitab suci adalah fiksi" bukanlah pandangan yang dipegang oleh
semua orang, dan ada banyak perdebatan tentang hal ini. Biasanya, pandangan ini
muncul dari perspektif ateisme atau pandangan materialisme yang berfokus pada
penjelasan rasional atau ilmiah. Salah satu tokoh yang pernah mengemukakan
pandangan bahwa cerita dalam kitab suci bisa dilihat sebagai mitos atau fiksi
adalah Richard Dawkins, seorang ahli biologi dan ateis terkenal, dalam
bukunya The God Delusion.
Dawkins dan
orang-orang dengan pandangan serupa melihat banyak cerita dalam kitab suci
sebagai produk budaya dan mitologi, yang mencerminkan pemahaman manusia pada
zaman tertentu. Mereka berpendapat bahwa cerita-cerita ini mungkin memiliki
makna simbolis atau moral, tetapi tidak bisa dipandang sebagai kebenaran
literal atau faktual.
Alasan
mereka menyebut kitab suci sebagai fiksi adalah karena, menurut pandangan
mereka, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim-klaim supernatural atau
keajaiban yang digambarkan dalam kitab suci, sehingga mereka melihatnya sebagai
karya manusia yang lebih cenderung sebagai mitos atau cerita rekaan.
Namun, tentu
saja, ini adalah perspektif yang sangat kontroversial dan bertolak belakang
dengan pandangan banyak orang beragama yang meyakini kitab suci sebagai
wahyu atau petunjuk Tuhan yang Maha Benar.
Rocky Gerung, seorang filsuf dan
pengamat publik Indonesia, memiliki pandangan yang kontroversial tentang kitab
suci. Ia menyatakan bahwa kitab suci adalah fiksi dalam beberapa kesempatan,
terutama dalam konteks berbicara tentang narasi atau cerita-cerita yang ada di
dalamnya. Pandangan ini bisa dipahami sebagai bagian dari pendekatannya yang
lebih filosofis dan kritis terhadap berbagai klaim kebenaran yang bersifat
dogmatis.
Alasan yang dia kemukakan terkait
pandangannya ini adalah bahwa kitab suci, seperti halnya karya sastra lainnya,
mengandung narasi yang bisa dipandang sebagai hasil dari konstruksi budaya,
imajinasi manusia, atau simbolisme. Menurutnya, banyak bagian dalam kitab suci
yang memiliki elemen mitos dan metafora, dan oleh karena itu bisa disebut
sebagai fiksi dalam arti bahwa mereka bukanlah narasi literal yang bisa diuji
kebenarannya melalui metode ilmiah.
Namun, penting untuk dicatat bahwa
pandangan ini tidak bermaksud merendahkan agama atau keyakinan umat beragama.
Rocky Gerung lebih banyak mengajak masyarakat untuk berpikir kritis terhadap
berbagai narasi yang sering kali diterima begitu saja tanpa analisis mendalam.
Ia melihat bahwa banyak klaim agama, termasuk yang ada dalam kitab suci, harus
dihadapi dengan pemikiran rasional dan terbuka terhadap interpretasi yang lebih
luas.
Pandangan Rocky ini tentu saja menuai
kritik dari banyak kalangan, terutama mereka yang memegang keyakinan agama
dengan kuat, namun juga mendapat perhatian sebagai sebuah upaya untuk mendorong
diskusi tentang hubungan antara agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan.
Pandangan dari kedua tokoh ini
tentunya harus kita uji, apakah benar Kitab Suci nilainya adalah fiksi atau
kebenaran ilmiah yang sudah terbukti?. Jangan sampai pandangan ini membuat para
pengikutnya menjadi abai, terhadap seluruh pesan Tuhan yang memiliki nilai petunjuk
dari segala permasalahan sosial dalam kehidupan ini.
Sebagai kesimpulan dari tulisan
singkat ini, mari kita renungkan dua ayat Tuhan yang disampaikan dalam Kitab
Suci Al-Qur’an, yang terdapat di surat Yusuf (12) ayat 111 dan Al-Mukminun (23)
ayat 50 di bawah ini:
"Sesungguhnya
pada cerita mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
(Al-Qur'an) ini bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu serta sebagai
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
“Dan
Rasul berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini
sesuatu yang tidak diacuhkan.'’
Semoga
dua ayat Tuhan yang ada dalam Al-Qur’an ini, membuka ruang diskusi kita untuk
tidak menyalahkan atau bersikap tidak peduli dengan kandungan yang ada dalam
Kitab Suci. Mari mencari titik temu dari kekacauan berpikir kita dalam memahami
kedudukan Kitab Suci.
Penulis:
Michael Zahid Aditya