MEMULIAKAN
KITAB SUCI
Setiap umat memiliki panduan hidup yang sudah diwariskan
oleh pendahulunya. Panduan ini menjadi alat yang membantu umatnya meniti jalan
yang ingin dilalui. Ketika mereka menggunakan sesuai dengan petunjuknya maka
kemudahan akan diberikan, sebaliknya tatkala salah dalam cara memakainya maka
kesesatan dan kebingungan yang dilakukan.
Kitab Suci seharusnya menjadi buku petunjuk praktis, yang
menuntun pemakainya menuju arah kebenaran yang ingin dituju. Para Nabi dan
Rasul menggunakan Kitab Suci dengan tujuan yang benar, dan memuliakannya sesuai
keinginan Sang Penulis-Nya.
Kandungan yang ada didalamnya, mengandung firman Tuhan yang
suci dan mensucikan bagi si pembacanya. Tetapi, kesuciannya bukan sebatas
bacaan saja atau disenandungkan dengan suara merdu dan syahdu. Dia berisikan
perintah atau pesan yang harus dijalankan oleh manusia.
Si penyampai pesan harus bisa menjelaskan maksud dan tujuan
isi dari "Pembuat pesan", agar si penerima pesan mengerti dan
memahaminya. Indikator pemahaman itu berada pada amaliah atau perbuatan bukan
perkataan. Jadi, seyogianya Kitab Suci itu di muliakan dengan melaksanakan isi
kandungannya, bukan membunyikan kembali dengan melagukan.
Sejak tahun 1968, Indonesia sudah berpartisipasi dalam
ajang MTQ internasional yang waktu itu di adakan di Kuwait. Dan terus aktif
mengikuti ajang tersebut berikutnya, sudah banyak prestasi yang diraih bahkan
sampai meraih juara pertama. Ajang ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman,
kecintaan, serta kecakapan umat Islam dalam membaca dan menghafal Al-Qur'an.
MTQ juga berfungsi sebagai sarana dakwah Islam yang mendalam dan mengedepankan
ajaran-ajaran Al-Qur'an. Itu sederet alasan yang dikemukakan, Tetapi faktanya?,
Adakah perubahan pada bangsa ini dengan banyaknya pembaca dan penghafal
Al-Qur'an?.
Pada dasarnya, kemuliaan seseorang lebih diukur dari
tindakan dan perilaku nyata yang diperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari
daripada sekadar ucapan atau kata-kata yang diucapkan. Karakter seseorang, yang
mencakup nilai-nilai seperti kejujuran, ketulusan, kesabaran, dan rasa empati,
adalah cerminan sejati dari kemuliaannya.
Ucapan bisa saja diucapkan dengan tujuan tertentu, tetapi
karakter yang konsisten tercermin dalam sikap, tindakan, dan cara berinteraksi
dengan orang lain. Sehingga, memang benar bahwa kemuliaan sejati terletak pada
bagaimana seseorang bertindak, bukan hanya pada apa yang dia katakan.
Kesimpulan; untuk mendapatkan jawaban atas tulisan singkat
ini, mari kita renungkan firman Tuhan dalam surat Ash- Shaf (61) ayat 2-3 dan
Al-Insan (76) ayat 9 di bawah ini:
"Hai
orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat?"
"Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
perbuat."
"Sesungguhnya
kami memberi makanan kepadamu hanya untuk mengharap wajah Allah; kami tidak
menginginkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih."
Pada surat Ash-Shaf ayat 2-3 di atas sangat tegas Allah mengatakan,
bahwa kebencian bukan kemuliaan bagi yang mengatakan tidak melakukan. Dan pada
surat Al-Insan ayat 9, orang yang berbagi makanan (makanan langit) yang
menyehatkan ruhani atau spiritual tidak akan mengharap imbalan atau pengakuan
dari manusia atas pencapaiannya.
Semoga dari tiga ayat ini menyadarkan kita, bahwa memuliakan
Kitab Suci bukan pada level ucapan. Tetapi, pada tataran praktis atau
perbuatan.
Penulis:
Michael
Zahid Aditya