Minggu, 16 Februari 2025

MEMULIAKAN KITAB SUCI

 

MEMULIAKAN KITAB SUCI

 

Setiap umat memiliki panduan hidup yang sudah diwariskan oleh pendahulunya. Panduan ini menjadi alat yang membantu umatnya meniti jalan yang ingin dilalui. Ketika mereka menggunakan sesuai dengan petunjuknya maka kemudahan akan diberikan, sebaliknya tatkala salah dalam cara memakainya maka kesesatan dan kebingungan yang dilakukan.

Kitab Suci seharusnya menjadi buku petunjuk praktis, yang menuntun pemakainya menuju arah kebenaran yang ingin dituju. Para Nabi dan Rasul menggunakan Kitab Suci dengan tujuan yang benar, dan memuliakannya sesuai keinginan Sang Penulis-Nya.

Kandungan yang ada didalamnya, mengandung firman Tuhan yang suci dan mensucikan bagi si pembacanya. Tetapi, kesuciannya bukan sebatas bacaan saja atau disenandungkan dengan suara merdu dan syahdu. Dia berisikan perintah atau pesan yang harus dijalankan oleh manusia.

Si penyampai pesan harus bisa menjelaskan maksud dan tujuan isi dari "Pembuat pesan", agar si penerima pesan mengerti dan memahaminya. Indikator pemahaman itu berada pada amaliah atau perbuatan bukan perkataan. Jadi, seyogianya Kitab Suci itu di muliakan dengan melaksanakan isi kandungannya, bukan membunyikan kembali dengan melagukan.

Sejak tahun 1968, Indonesia sudah berpartisipasi dalam ajang MTQ internasional yang waktu itu di adakan di Kuwait. Dan terus aktif mengikuti ajang tersebut berikutnya, sudah banyak prestasi yang diraih bahkan sampai meraih juara pertama. Ajang ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, kecintaan, serta kecakapan umat Islam dalam membaca dan menghafal Al-Qur'an. MTQ juga berfungsi sebagai sarana dakwah Islam yang mendalam dan mengedepankan ajaran-ajaran Al-Qur'an. Itu sederet alasan yang dikemukakan, Tetapi faktanya?, Adakah perubahan pada bangsa ini dengan banyaknya pembaca dan penghafal Al-Qur'an?.

Pada dasarnya, kemuliaan seseorang lebih diukur dari tindakan dan perilaku nyata yang diperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari daripada sekadar ucapan atau kata-kata yang diucapkan. Karakter seseorang, yang mencakup nilai-nilai seperti kejujuran, ketulusan, kesabaran, dan rasa empati, adalah cerminan sejati dari kemuliaannya.

Ucapan bisa saja diucapkan dengan tujuan tertentu, tetapi karakter yang konsisten tercermin dalam sikap, tindakan, dan cara berinteraksi dengan orang lain. Sehingga, memang benar bahwa kemuliaan sejati terletak pada bagaimana seseorang bertindak, bukan hanya pada apa yang dia katakan.

Kesimpulan; untuk mendapatkan jawaban atas tulisan singkat ini, mari kita renungkan firman Tuhan dalam surat Ash- Shaf (61) ayat 2-3 dan Al-Insan (76) ayat 9 di bawah ini:

"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?"

"Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu perbuat."

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya untuk mengharap wajah Allah; kami tidak menginginkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih."

Pada surat Ash-Shaf ayat 2-3 di atas sangat tegas Allah mengatakan, bahwa kebencian bukan kemuliaan bagi yang mengatakan tidak melakukan. Dan pada surat Al-Insan ayat 9, orang yang berbagi makanan (makanan langit) yang menyehatkan ruhani atau spiritual tidak akan mengharap imbalan atau pengakuan dari manusia atas pencapaiannya.

Semoga dari tiga ayat ini menyadarkan kita, bahwa memuliakan Kitab Suci bukan pada level ucapan. Tetapi, pada tataran praktis atau perbuatan.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Serpihan petuah

 Serpihan petuah    Berdasarkan kajian surat Asy Syu'ara' ayat 198 sampai 200  saya berani menyimpulkan bahwa kitalah dari bangsa Nu...