Jumat, 21 Februari 2025

GAYA BAHASA AL-QUR’AN

 

GAYA BAHASA AL-QUR’AN

Gaya bicara seseorang bisa mencerminkan sebagian dari kepribadiannya. Misalnya, orang yang berbicara dengan penuh keyakinan atau tegas mungkin cenderung percaya diri atau memiliki posisi yang kuat dalam menghadapi situasi. Sementara orang yang lebih santai dan tidak terburu-buru dalam berbicara bisa menunjukkan kepribadian yang lebih tenang atau fleksibel. Selain itu, intonasi, pilihan kata, dan cara menyampaikan pesan juga bisa memberi petunjuk tentang cara berpikir atau nilai-nilai yang diyakini seseorang. Gaya bicara sering kali menjadi salah satu cara orang mengekspresikan dirinya.

Ketika kita tidak bisa memahami gaya bahasa orang lain, beberapa akibat yang mungkin terjadi antara lain:

1.            Kesalahpahaman: Gaya bahasa yang berbeda bisa menyebabkan kita salah memahami maksud atau tujuan dari seseorang. Misalnya, seseorang yang berbicara dengan nada serius mungkin dianggap marah padahal mereka hanya ingin berbicara tegas, atau sebaliknya, seseorang yang berbicara santai bisa dianggap tidak serius.

2.            Gangguan Komunikasi: Ketika kita tidak memahami cara orang lain berbicara, informasi yang disampaikan bisa terpotong atau tidak sampai dengan jelas. Ini bisa menghambat efisiensi komunikasi, baik dalam hubungan pribadi maupun profesional.

3.            Konflik: Perbedaan dalam cara berkomunikasi bisa memicu perasaan tidak dihargai atau disalahpahami, yang akhirnya dapat menyebabkan konflik. Misalnya, seseorang yang lebih langsung dalam berbicara bisa dianggap kasar oleh orang yang lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata.

4.            Kurangnya Keterhubungan Emosional: Pemahaman yang kurang terhadap gaya bahasa orang lain bisa menghalangi terbentuknya ikatan emosional yang lebih dalam. Gaya komunikasi sering kali mencerminkan bagaimana seseorang merasa, dan jika kita tidak bisa memahami atau merespon dengan tepat, kita mungkin kehilangan kesempatan untuk terhubung secara lebih dekat.

5.            Stres atau Ketegangan: Kesulitan dalam memahami gaya bahasa orang lain dapat menambah ketegangan, baik dalam interaksi sehari-hari maupun dalam situasi yang lebih formal, karena kita mungkin merasa cemas atau tidak yakin bagaimana sebaiknya merespon.

Dengan lebih memahami gaya bahasa orang lain, kita bisa berkomunikasi lebih efektif dan memperkuat hubungan antar individu.

   Lalu sekarang pertanyaannya, jika kita tidak bisa memahami gaya bahasa Al-Qur'an, apa akibatnya?. Kesalahpahaman sudah pasti, konflik pasti terjadi, tidak mampu merespon dengan tepat, itu yang akan menghiasi.

Al-Qur'an menggunakan dua gaya bahasa dalam penggunaannya, mutasybihat dan muhkamat. Masing-masing dari keduanya, memiliki ciri khas yang disesuaikan dengan aplikasinya pada periode yang berbeda. Ayat dengan gaya bahasa mutasybihat diturunkan di periode awal masa perjuangan Muhammad Rasulullah dengan para sahabatnya, masa ini dikenal dengan makiyah. Sementara ayat muhkamat turun pada periode setelahnya, dan dikenal sebagai ayat madaniah.

Ayat mutasybihat memiliki ciri-ciri, abstrak, simbolis, samaran, atau perumpamaan. Gaya bahasa ini digunakan untuk menyederhanakan pemahaman yang luas dan kompleks, sehingga mudah dimengerti oleh si pembaca. Dalam literatur bahasa, dia digunakan untuk menekankan masalah yang prinsip sebagai fondasi dasar dalam kehidupan. Prinsip ini, berbicara tentang , dan karakter yang membentuk kepribadian seseorang.

Banyak yang terkecoh dan gagal paham dengan ayat-ayat mutasybihat ini, karena hanya memahaminya ditataran permukaan. Sementara ayat ini membutuhkan kedamalam berpikir, dan keaslian pemahaman tanpa campur tangan kepentingan manusia. Dan yang lebih celaka ayat mutasyabihat ditafsirkan dengan muhkamat, akibatnya tidak ada nilai pelajaran yang dapat di ambil untuk menjadi teladan. Kesalahan dalam memahami ayat ini, akan berbuah kesesatan berpikir dan kekacauan dalam perbuatan.

Sebagai kesimpulannya, mari kita renungkan firman Tuhan dalam Kitab Suci Al-Quran di surat Ali- Imron (3) ayat 7 di bawah ini:

“Dia lah yang menurunkan kitab (Al-Qur'an) kepadamu. Di antara ayat-ayatnya ada yang muhkamat (tegas) itu adalah pokok-pokok isi kitab, dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (samaran). Adapun orang-orang yang dalam hatinya terdapat kecenderungan kepada kesesatan, mereka mengikuti bagian yang mutasyabihat daripadanya untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya selain Allah, Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, 'Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.' Dan tiadalah yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal."

Jika saudara belum juga menangkap maksud yang tersembunyi dari ayat di atas ini, mari kita berdiskusi untuk mendapatkan pencerahan dari permasalahan ini.

Penulis:

Michael Zahid Aditiya

Minggu, 16 Februari 2025

Ayat Mutasybihat Yang Di Tafsirkan Muhkamat

 

Ayat Mutasybihat Yang Di Tafsirkan Muhkamat

Kesalahan besar para mufassirin (para penerjemah) adalah memahami ayat mutasybihat secara muhkamat. Bagaimana mungkin ketika Al-Qur'an bercerita pohon kemudian dimaknai dengan pohon yang sebenarnya, Apa tujuan Allah menyampaikan pesan dengan bahasa perumpamaan, jika fokusnya adalah barang yang aslinya?, tanpa ada pelajaran dibalik cerita yang dikisahkan tersebut.

Bukankah penduduk Badui yang tinggal di pedalaman dan jauh dari keramaian, sudah memiliki kepandaian alamiah tanpa bimbingan Al-Qur'an?. Bukankah pohon dapat tumbuh dengan subur, tanpa gangguan keserakahan manusia?. Lalu pesan apa yang bisa di ambil jika ayatnya ditafsirkan secara tekstual?.

Ayat mutasybihat mengandung banyak bahasa simbolik. Dalam literasi, bahasa simbolik digunakan untuk menyederhanakan sesuatu yang membutuhkan penjelasan luas dan panjang, agar mudah dipahami oleh si pembaca. Ayat ini membimbing Nabi Muhammad Rasulullah dan para pengikutnya di awal perjalanan. Keyakinannya semakin kokoh karena cerita didalamnya mengisahkan sejarah peradaban masa lalu dan akan datang.

Kisah bangsa-bangsa besar diceritakan dengan simbol tentara gajah, kepala dari emas, dada perak, perut dari perunggu, dan kaki dari campuran tanah liat dan besi. Pertanyaan, bagaimana menceritakan kisah ini dimasa kini?.

Cerita bangsa-bangsa besar ini, dibinasakan berulang-ulang pada setiap zaman. Di era Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Muhammad, dan giliran berikutnya diberikan kuasa atas mereka. Di awal perjuangan kemenangan itu bersifat janji yang akan datang, dan itu terjadi setelah proses perjalanan yang dilakukan.

Belum lagi cerita Nabi Isa yang dikisahkan memiliki kemampuan mukjizatiah, menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang buta, tuli, dan lumpuh, serta menyembuhkan orang yang menderita kusta. Ketika cerita ini dibahasakan dengan apa adanya, lalu nilai apa yang bisa di ambil sebagai pelajaran?. Dan kenapa Nabi Isa dan pengikutnya di musuhi dan diperangi oleh penguasa kala itu (Herodes), jika pekerjaannya seperti ini?

Kesimpulan, sebagai bahan renungan untuk menjawab beberapa pertanyaan di atas. Mari kita buka firman Tuhan dalam surat Al-Hajj (22) ayat: 46, di bawah ini:

"Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, sehingga hati mereka menjadi sensitif atau telinga mereka menjadi mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi pikiran yang di dalam qolbu itulah yang buta."

Firman ini mengajarkan bahwa, segala sesuatu yang nampak oleh mata telanjang bukanlah bacaan yang bisa di ambil sebagai pelajaran. Karena ada nilai yang terkandung didalamnya dan harus digali lebih dalam. Hanya orang-orang yang memiliki keluasan dan kelapangan berpikirlah yang akan mendapatkan.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

AL-QUR’AN BACAAN KHUSUS YANG DIULANG

 

AL-QUR’AN BACAAN KHUSUS YANG DIULANG

Secara etimologi Al-Qur'an berasal dari kata قرأ yang artinya membaca atau mengumpulkan, karena mendapatkan ال diawalnya maka kedudukannya sebagai isim ma'rifat atau yang tertentu/khusus. Sementara arti Qur'an sendiri yang merupakan mashdar (turunan dari kata kerja) berarti bacaan, jadi Al-Qur'an artinya bacaan khusus yang dibaca berulang kali, dan kata ini berbentuk mufrod (tunggal). Karena dia tunggal maka membutuhkan pasangan agar berfungsi dengan benar. Apa pasangan Al-Qur'an?, akal pikiran manusia, artinya Al-Qur'an dapat berfungsi dengan sebenarnya apabila manusia memaksimalkan penggunaan akal pikirannya untuk mempelajari Al-Qur'an.

Penyusunan Al-Qur'an sebagai mushaf terjadi pada zaman Khalifah Utsman bin Affan (25 H, 646-650M), sekitar 14-19 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad (11 H, 632 M) dengan tujuan untuk menjaga kesatuan umat Islam dan meminimalkan perbedaan dalam pembacaan Al-Qur'an. Pada saat kekhalifahan Abu Bakar, terjadi perang Yamamah yang menyebabkan banyak penghafal Al-Quran yang gugur. Atas saran Umar bin Khattab, Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur'an dalam satu naskah (mushaf). Ini adalah tahap awal pengumpulan Al-Qur'an dalam bentuk tulisan yang terorganisasi.

Pada masa Utsman, perbedaan cara membaca Al-Qur'an (qira'at) mulai muncul di berbagai wilayah. Hal ini berpotensi menyebabkan perselisihan di antara umat Islam. Utsman kemudian memerintahkan penyalinan Al-Qur'an menjadi satu standar mushaf resmi (dikenal sebagai Mushaf Utsmani) berdasarkan dialek Quraisy, bahasa asli Nabi Muhammad. Proyek ini juga dipimpin oleh Zaid bin Tsabit, bersama beberapa sahabat lainnya. Mushaf-mushaf yang disusun ini kemudian disebarkan ke berbagai wilayah Islam.

Demikianlah sejarah singkat tentang Al-Qur'an yang menjadi Kitab Suci umat Islam saat ini dan maknanya secara etimologi. Lalu sekarang bagaimana dengan kedudukan kebenaran dari Al-Qur'an itu sendiri, apakah anda yakin dengan kebenarannya?. Silahkan buka surat Al-Baqarah (2) ayat 147:

اَلْحَـقُّ مِنْ رَّبِّكَ فَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ

"Kebenaran itu dari Tuhanmu, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu."

Kitab Suci Al-Qur'an adalah sumber kebenaran yang berasal dari Tuhan, Sang Pencipta. Ketika tidak yakin dengan kebenarannya, itu artinya ragu-ragu. Orang bisa ragu karena kurang informasi, takut salah, pengalaman buruk, atau kurang percaya diri. Tidak mengenal dengan baik siapa yang memberikan informasi, kecenderungan untuk menetapkan standar yang sangat tinggi dan seringkali tidak realistis, baik untuk diri sendiri maupun orang lain (perfeksionis). Kan dia Nabi pasti bisa lah menjalankan isi dari Al-Qur'an, kalau saya apa?, manusia kotor yang bermain dilumpur. Terus-menerus mengulang pengalaman buruk dalam pikiran dan tidak mengalihkan pada hal-hal positif yang bermanfaat, kekecewaan dulu dalam perjalanan sebelumnya ketika dizalimi. Itulah faktor penyebab keraguan ada didalam diri setiap orang. Kalau begitu, bagaimana caranya meyakinkan diri ini agar tidak menjadi ragu?

Apa manfaatnya mengetahui periodesasi dalam melaksanakan perintah?

Tidak mengetahui tahapan atau periodesasi dapat membuat suatu proses menjadi lebih sulit, tidak terorganisir, dan rentan terhadap berbagai masalah yang seharusnya bisa dihindari dengan pemahaman yang tepat.

Mengetahui periodesasi sebuah perintah berarti memahami urutan waktu dan tahapan pelaksanaan perintah tersebut. Hal ini memastikan tindakan dilakukan secara terorganisir, tepat waktu, dan sesuai prioritas untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Mengetahui tahapan dalam perjuangan berarti memahami langkah-langkah strategis yang harus dilalui untuk mencapai tujuan. Ini penting untuk merencanakan strategi yang tepat, mengatasi tantangan di setiap tahap, dan menjaga fokus serta semangat hingga tujuan perjuangan tercapai.

contoh melakukan tugas berdasarkan tahapan: (seminar)

ada persiapan, pelaksanaan(hari H), ada evaluasi. Dengan mengetahui periodesasi ini, setiap tahap dapat dijalankan secara sistematis, efisien, dan tepat waktu.

Contoh lagi: ada malam dan ada siang, malam untuk beristirahat dan siang untuk bekerja, kenapa?

Saat malam, tubuh memproduksi lebih banyak melatonin (hormon tidur), membuat kita merasa mengantuk. Sebaliknya, siang hari, tubuh lebih terjaga karena paparan cahaya matahari yang menghambat produksi melatonin.

Siang hari, tubuh memiliki lebih banyak energi untuk beraktivitas karena metabolisme berada pada puncaknya. Malam hari, metabolisme melambat, sehingga tubuh lebih cocok untuk istirahat dan pemulihan.

Manusia secara biologis dirancang untuk aktif di siang hari karena penglihatan kita bergantung pada cahaya. Malam yang gelap membuat manusia kurang efisien untuk bekerja dibandingkan siang hari.

Malam hari adalah waktu penting bagi tubuh untuk memperbaiki jaringan, mengisi kembali energi, dan mengonsolidasi memori. Istirahat malam yang cukup membantu menjaga kesehatan fisik dan mental.

Pertanyaannya, apakah periode yang kita jalani saat ini?, Adakah kesamaan kondisi antara kehidupan saat ini dengan kehidupan di era Muhammad Rasulullah ketika beliau hadir memperjuangkan Kitab Suci?

Ketika ada pengulangan yang sama secara kondisi, mengapa kita tidak melakukan hal yang sama pula dalam mengaplikasikan kandungan isi dari pada Al-Qur’an?. Lalu bagaimana kita mengulangi kembali (menduplikasi), bacaan yang sama seperti Nabi Muhammad Rasulullah ajarkan kepada para sahabatnya?

Mari mencari jawaban atas berbagai pertanyaan ini, semoga ada ruang diskusi untuk menemukan semua ini.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

MEMULIAKAN KITAB SUCI

 

MEMULIAKAN KITAB SUCI

 

Setiap umat memiliki panduan hidup yang sudah diwariskan oleh pendahulunya. Panduan ini menjadi alat yang membantu umatnya meniti jalan yang ingin dilalui. Ketika mereka menggunakan sesuai dengan petunjuknya maka kemudahan akan diberikan, sebaliknya tatkala salah dalam cara memakainya maka kesesatan dan kebingungan yang dilakukan.

Kitab Suci seharusnya menjadi buku petunjuk praktis, yang menuntun pemakainya menuju arah kebenaran yang ingin dituju. Para Nabi dan Rasul menggunakan Kitab Suci dengan tujuan yang benar, dan memuliakannya sesuai keinginan Sang Penulis-Nya.

Kandungan yang ada didalamnya, mengandung firman Tuhan yang suci dan mensucikan bagi si pembacanya. Tetapi, kesuciannya bukan sebatas bacaan saja atau disenandungkan dengan suara merdu dan syahdu. Dia berisikan perintah atau pesan yang harus dijalankan oleh manusia.

Si penyampai pesan harus bisa menjelaskan maksud dan tujuan isi dari "Pembuat pesan", agar si penerima pesan mengerti dan memahaminya. Indikator pemahaman itu berada pada amaliah atau perbuatan bukan perkataan. Jadi, seyogianya Kitab Suci itu di muliakan dengan melaksanakan isi kandungannya, bukan membunyikan kembali dengan melagukan.

Sejak tahun 1968, Indonesia sudah berpartisipasi dalam ajang MTQ internasional yang waktu itu di adakan di Kuwait. Dan terus aktif mengikuti ajang tersebut berikutnya, sudah banyak prestasi yang diraih bahkan sampai meraih juara pertama. Ajang ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, kecintaan, serta kecakapan umat Islam dalam membaca dan menghafal Al-Qur'an. MTQ juga berfungsi sebagai sarana dakwah Islam yang mendalam dan mengedepankan ajaran-ajaran Al-Qur'an. Itu sederet alasan yang dikemukakan, Tetapi faktanya?, Adakah perubahan pada bangsa ini dengan banyaknya pembaca dan penghafal Al-Qur'an?.

Pada dasarnya, kemuliaan seseorang lebih diukur dari tindakan dan perilaku nyata yang diperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari daripada sekadar ucapan atau kata-kata yang diucapkan. Karakter seseorang, yang mencakup nilai-nilai seperti kejujuran, ketulusan, kesabaran, dan rasa empati, adalah cerminan sejati dari kemuliaannya.

Ucapan bisa saja diucapkan dengan tujuan tertentu, tetapi karakter yang konsisten tercermin dalam sikap, tindakan, dan cara berinteraksi dengan orang lain. Sehingga, memang benar bahwa kemuliaan sejati terletak pada bagaimana seseorang bertindak, bukan hanya pada apa yang dia katakan.

Kesimpulan; untuk mendapatkan jawaban atas tulisan singkat ini, mari kita renungkan firman Tuhan dalam surat Ash- Shaf (61) ayat 2-3 dan Al-Insan (76) ayat 9 di bawah ini:

"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?"

"Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu perbuat."

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya untuk mengharap wajah Allah; kami tidak menginginkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih."

Pada surat Ash-Shaf ayat 2-3 di atas sangat tegas Allah mengatakan, bahwa kebencian bukan kemuliaan bagi yang mengatakan tidak melakukan. Dan pada surat Al-Insan ayat 9, orang yang berbagi makanan (makanan langit) yang menyehatkan ruhani atau spiritual tidak akan mengharap imbalan atau pengakuan dari manusia atas pencapaiannya.

Semoga dari tiga ayat ini menyadarkan kita, bahwa memuliakan Kitab Suci bukan pada level ucapan. Tetapi, pada tataran praktis atau perbuatan.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Minggu, 02 Februari 2025

MENGABAIKAN KITAB SUCI


Kekhawatiran seorang pembawa risalah terhadap warisan yang ditinggalkannya selalu terjadi di zaman sesudahnya. Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad, adalah para pembawa risalah Tuhan Semesta Alam yang sudah membuktikan keberhasilan di setiap zaman mereka. Mereka semuanya berhasil mengemban tugas dari Tuhannya, dan bukti keberhasilannya bisa kita rasakan dari Kitab Suci yang diwariskannya.

Kitab Suci yang mereka tuliskan adalah petunjuk yang datang dari Tuhannya, atas solusi permasalahan yang dihadapi dan selanjutnya menjadi pelajaran bagi generasi setelahnya. Artinya, cerita yang ada dalam Kitab Suci adalah kisah-kisah teladan yang memiliki nilai petunjuk bagi sang pembaca. Ketika tidak ada yang bisa dicontoh dari setiap ayat yang diceritakannya, maka nilai yang terkandung padanya adalah dongeng semata atau dalam bahasa mereka disebutkan "kitab suci adalah fiksi"

Pernyataan bahwa "kitab suci adalah fiksi" bukanlah pandangan yang dipegang oleh semua orang, dan ada banyak perdebatan tentang hal ini. Biasanya, pandangan ini muncul dari perspektif ateisme atau pandangan materialisme yang berfokus pada penjelasan rasional atau ilmiah. Salah satu tokoh yang pernah mengemukakan pandangan bahwa cerita dalam kitab suci bisa dilihat sebagai mitos atau fiksi adalah Richard Dawkins, seorang ahli biologi dan ateis terkenal, dalam bukunya The God Delusion.

Dawkins dan orang-orang dengan pandangan serupa melihat banyak cerita dalam kitab suci sebagai produk budaya dan mitologi, yang mencerminkan pemahaman manusia pada zaman tertentu. Mereka berpendapat bahwa cerita-cerita ini mungkin memiliki makna simbolis atau moral, tetapi tidak bisa dipandang sebagai kebenaran literal atau faktual.

Alasan mereka menyebut kitab suci sebagai fiksi adalah karena, menurut pandangan mereka, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim-klaim supernatural atau keajaiban yang digambarkan dalam kitab suci, sehingga mereka melihatnya sebagai karya manusia yang lebih cenderung sebagai mitos atau cerita rekaan.

Namun, tentu saja, ini adalah perspektif yang sangat kontroversial dan bertolak belakang dengan pandangan banyak orang beragama yang meyakini kitab suci sebagai wahyu atau petunjuk Tuhan yang Maha Benar.

Rocky Gerung, seorang filsuf dan pengamat publik Indonesia, memiliki pandangan yang kontroversial tentang kitab suci. Ia menyatakan bahwa kitab suci adalah fiksi dalam beberapa kesempatan, terutama dalam konteks berbicara tentang narasi atau cerita-cerita yang ada di dalamnya. Pandangan ini bisa dipahami sebagai bagian dari pendekatannya yang lebih filosofis dan kritis terhadap berbagai klaim kebenaran yang bersifat dogmatis.

Alasan yang dia kemukakan terkait pandangannya ini adalah bahwa kitab suci, seperti halnya karya sastra lainnya, mengandung narasi yang bisa dipandang sebagai hasil dari konstruksi budaya, imajinasi manusia, atau simbolisme. Menurutnya, banyak bagian dalam kitab suci yang memiliki elemen mitos dan metafora, dan oleh karena itu bisa disebut sebagai fiksi dalam arti bahwa mereka bukanlah narasi literal yang bisa diuji kebenarannya melalui metode ilmiah.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan ini tidak bermaksud merendahkan agama atau keyakinan umat beragama. Rocky Gerung lebih banyak mengajak masyarakat untuk berpikir kritis terhadap berbagai narasi yang sering kali diterima begitu saja tanpa analisis mendalam. Ia melihat bahwa banyak klaim agama, termasuk yang ada dalam kitab suci, harus dihadapi dengan pemikiran rasional dan terbuka terhadap interpretasi yang lebih luas.

Pandangan Rocky ini tentu saja menuai kritik dari banyak kalangan, terutama mereka yang memegang keyakinan agama dengan kuat, namun juga mendapat perhatian sebagai sebuah upaya untuk mendorong diskusi tentang hubungan antara agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan.

Pandangan dari kedua tokoh ini tentunya harus kita uji, apakah benar Kitab Suci nilainya adalah fiksi atau kebenaran ilmiah yang sudah terbukti?. Jangan sampai pandangan ini membuat para pengikutnya menjadi abai, terhadap seluruh pesan Tuhan yang memiliki nilai petunjuk dari segala permasalahan sosial dalam kehidupan ini.

Sebagai kesimpulan dari tulisan singkat ini, mari kita renungkan dua ayat Tuhan yang disampaikan dalam Kitab Suci Al-Qur’an, yang terdapat di surat Yusuf (12) ayat 111 dan Al-Mukminun (23) ayat 50 di bawah ini:

"Sesungguhnya pada cerita mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. (Al-Qur'an) ini bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."

“Dan Rasul berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan.'’

Semoga dua ayat Tuhan yang ada dalam Al-Qur’an ini, membuka ruang diskusi kita untuk tidak menyalahkan atau bersikap tidak peduli dengan kandungan yang ada dalam Kitab Suci. Mari mencari titik temu dari kekacauan berpikir kita dalam memahami kedudukan Kitab Suci.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

PEMBAKARAN KITAB SUCI, KENAPA BISA TERJADI?


Insiden pembakaran Al-Qur'an yang baru-baru ini viral terjadi di beberapa negara, terutama di Eropa. Salah satu insiden paling mencolok adalah di Swedia, di mana seorang individu, yang bernama Rasmus Paludan, seorang politisi asal Denmark yang dikenal dengan pandangan anti-Islam, membakar Al-Qur'an pada Juli 2023. Tindakan ini menimbulkan reaksi keras dari banyak negara Muslim dan umat Islam di seluruh dunia.

Tindakan tersebut juga mendapatkan perhatian internasional karena menimbulkan ketegangan diplomatik antara negara-negara yang memiliki populasi Muslim besar dan pemerintah Swedia. Pembakaran Al-Qur'an ini dipandang sebagai bentuk provokasi yang melukai perasaan umat Islam. Namun, pihak berwenang di Swedia menyatakan bahwa tindakan tersebut dilindungi oleh kebebasan berpendapat dan ekspresi.

Berita hangat yang terjadi juga berasal dari Swedia, dan dengan kasus yang sama yakni Salwan Momika, seorang pria asal Irak yang juga dikenal karena aksinya yang membakar Al-Qur'an di Swedia, dilaporkan telah meninggal setelah ditembak mati pada 2025. Berita mengenai kematiannya datang setelah ia menjadi sangat terkenal karena tindakannya yang memicu kemarahan di kalangan umat Islam.

Terlepas dari polemik yang terjadi, ada pelajaran yang bisa di ambil dari kasus ini. Apa kesalahan Kitab Suci sehingga dia diperlakukan seperti ini?, Bukankah Muhammad Rasulullah sudah menjadi teladan akan kebenaran dari Kitab Suci?. Adakah kerusakan yang dilakukannya, ketika berjalan dengan bimbingan Kitab Suci?

Sejumlah pertanyaan di atas, mengajak kita untuk berpikir jernih. Masihkah kita teringat, bahwa Muhammad Rasulullah dipilih sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah dunia oleh Michael Hart?, seorang penulis dan ilmuwan, dalam bukunya The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History.

Muhammad menjadi yang paling berpengaruh merupakan pilihan yang penuh pertimbangan. Menurut Hart, meskipun banyak tokoh besar dalam sejarah, Muhammad membawa pengaruh yang sangat luas dan mendalam dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari agama, hukum, hingga peradaban.

Jadi, apa yang di kepala seorang Rasmus Paludan dan Salwan Momika, sehingga dia bisa melakukan hal yang tidak terpuji terhadap Kitab Suci?.

Pertanyaan ini menjadi menarik untuk kita diskusikan, agar tidak ada pemahaman sempit dikalangan umat beragama ataupun yang mengaku tidak beragama.

 

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Serpihan petuah

 Serpihan petuah    Berdasarkan kajian surat Asy Syu'ara' ayat 198 sampai 200  saya berani menyimpulkan bahwa kitalah dari bangsa Nu...