Jumat, 06 September 2024

Jaring Pahala


      Benturan antara kesadaran dengan keniscayaan yang terus digaungkan ternyata hanya demi untuk memuaskan dari darah dan daging saja. Tetapi Ironisnya semua itu terjadi  di setiap pelosok dan juga tayang di mana-mana. Padahal iming-iming sebuah pahala hanya di jadikan semboyan untuk komoditi sebuah alasan guna menutupi segala kebodohan dan kemalasan  dirinya.

Betapa repotnya memang bila kita dalam memahami dan menerima sesuatu ajaran secara mentah tanpa adanya proses berfikir yang benar sehingga dapat dikatakan seperti taklik buta, sehingga segala bentuk ibadah yang dikerjakan itu sebenarnya tidak akan pernah berbuah dan  bernilai apa-apa, hanya seolah-olah saja di pandang dan terlihat baik bagi orang-orang di luar sana.

Ingat, setiap kita adalah sama, yang telah di berikan oleh Sang Pencipta tiga sarana pendukung yang harus di syukuri yang seharusnya mampu difungsikan untuk dapat memahami sebuah keilmuan,  yaitu: penglihatan, pendengaran dan alat pikir/otak ( qalbu ) . ( Qs al iIsra' 17/36 )

Jadi Ini salahnya siapa? bukankah ulama atau orang yang mengeti isi kitab suci yang ada,  fungsinya adalah tempat untuk orang bertanya tentang sesuatu? Sehingga lihatlah yang terjadi semua hanya menjadi ungkapan kosong yang melelahkan dan akan terus mendominasi dari segala aktivitas ibadah yang ada, karena ujung dari segala hasil usaha itu sebenarnya  hanya akan menjadi kotoran semata atau pepesan kosong belaka.

Pahamilah segala gerak hidup dari yang sedang kita kerjakan, sudahkah bernilai obyektif ilmiah atau jangan-jangan hanya merupakan perwujudan dari  prasangkaan kita saja, maka dari itu hanya kembali kepada  kejujuran sepiritualah yang  mampu menjawabnya.

Lihatlah dan pandangilah, sebagus dan seindah apapun bentuknya semua hanya akan menjadi sebuah hiasan kosong belaka,  bahkan saat ini juga di gunakan hanya untuk menjadi tempat berwisata saja, sehingga fungsi dari tempat ibadah itu seperti hilang akan nilai sepiritualnya dan tidak akan berdampak apa-apa dari sebuah tujuan hidup yang sebenarnya.

           Shiratal mustaqim adalah merupakan jalan kebenaran sejati, jalan yang sebenarnya banyak dicari dan di cita-citakan oleh setiap insan, akan tetapi kebanyakan dari  orang-orang belum tentu mau memahami bagaimana caranya dalam menapaki dari jalan shiratal mustaqim itu? Dan apabila kita kembali merujuk kepada apa kata petunjuk yang ada di dalam kitab suci, maka kita akan paham  segala tata cara dalam hal pelaksanaanya.

Bicara shiratal mustaqim itu bukanlah berbicara hidup setelah mati tetapi sebuah proses rill di kehidupan nyata, karena semua itu sudah pernah terwujud dan pernah dijalankan oleh orang terdahulu, menjadi sebuah kenyataan di dalam kisah-kisah peristiwa sejarah perjalanan hidup para nabi-nabi dan umat-umatnya terdahulu.(Qs an Nisa' 4/68-69) .

By: ZIMRAN A E .

Serpihan petuah

 Serpihan petuah    Berdasarkan kajian surat Asy Syu'ara' ayat 198 sampai 200  saya berani menyimpulkan bahwa kitalah dari bangsa Nu...