Benturan antara kesadaran dengan
keniscayaan yang terus digaungkan ternyata hanya demi untuk memuaskan dari
darah dan daging saja. Tetapi Ironisnya semua itu terjadi di setiap pelosok dan juga tayang di
mana-mana. Padahal iming-iming sebuah pahala hanya di jadikan semboyan untuk
komoditi sebuah alasan guna menutupi segala kebodohan dan kemalasan dirinya.
Betapa repotnya memang bila kita
dalam memahami dan menerima sesuatu ajaran secara mentah tanpa adanya proses
berfikir yang benar sehingga dapat dikatakan seperti taklik buta, sehingga segala
bentuk ibadah yang dikerjakan itu sebenarnya tidak akan pernah berbuah dan bernilai apa-apa, hanya seolah-olah saja di
pandang dan terlihat baik bagi orang-orang di luar sana.
Ingat, setiap kita adalah sama,
yang telah di berikan oleh Sang Pencipta tiga sarana pendukung yang harus di
syukuri yang seharusnya mampu difungsikan untuk dapat memahami sebuah keilmuan, yaitu: penglihatan, pendengaran dan alat
pikir/otak ( qalbu ) . ( Qs al iIsra' 17/36 )
Jadi Ini salahnya siapa? bukankah
ulama atau orang yang mengeti isi kitab suci yang ada, fungsinya adalah tempat untuk orang bertanya
tentang sesuatu? Sehingga lihatlah yang terjadi semua hanya menjadi ungkapan
kosong yang melelahkan dan akan terus mendominasi dari segala aktivitas ibadah
yang ada, karena ujung dari segala hasil usaha itu sebenarnya hanya akan menjadi kotoran semata atau
pepesan kosong belaka.
Pahamilah segala gerak hidup dari
yang sedang kita kerjakan, sudahkah bernilai obyektif ilmiah atau jangan-jangan
hanya merupakan perwujudan dari
prasangkaan kita saja, maka dari itu hanya kembali kepada kejujuran sepiritualah yang mampu menjawabnya.
Lihatlah dan pandangilah, sebagus
dan seindah apapun bentuknya semua hanya akan menjadi sebuah hiasan kosong
belaka, bahkan saat ini juga di gunakan
hanya untuk menjadi tempat berwisata saja, sehingga fungsi dari tempat ibadah
itu seperti hilang akan nilai sepiritualnya dan tidak akan berdampak apa-apa
dari sebuah tujuan hidup yang sebenarnya.
Shiratal mustaqim adalah merupakan
jalan kebenaran sejati, jalan yang sebenarnya banyak dicari dan di cita-citakan
oleh setiap insan, akan tetapi kebanyakan dari
orang-orang belum tentu mau memahami bagaimana caranya dalam menapaki dari
jalan shiratal mustaqim itu? Dan apabila kita kembali merujuk kepada apa kata
petunjuk yang ada di dalam kitab suci, maka kita akan paham segala tata cara dalam hal pelaksanaanya.
Bicara shiratal mustaqim itu
bukanlah berbicara hidup setelah mati tetapi sebuah proses rill di kehidupan
nyata, karena semua itu sudah pernah terwujud dan pernah dijalankan oleh orang
terdahulu, menjadi sebuah kenyataan di dalam kisah-kisah peristiwa sejarah perjalanan
hidup para nabi-nabi dan umat-umatnya terdahulu.(Qs an Nisa' 4/68-69) .
By: ZIMRAN A E .