Tergelincirnya Demokrasi dari panggung perpotikkan dunia sebagai sebuah tanda, sekaligus bisa dimaknai sebagai bacaan dari sebuah Siklus zaman yang dapat dipelajari, yang sebelumnya ditandai dengan hadirnya Ochlocracy/ Okhlokrasi sebagai sebuah sistem, yang tanpa disadari sebagai peralihan sebuah zaman. Okhlokrasi sendiri memiliki dua kata kunci: awam dan kekacauan.
Apa yang sekiranya dapat terjadi apabila sebuah
kekuasaan yang dalam hal ini sebuah struktur pemerintahan yang dikuasai oleh orang-orang
awam yang sejatinya tidak mengerti apalagi memahami betul bangaimana
menjalankan sebuah pemerintahan dengan benar, dalam sebuah pemerintahan yang menggunakan sistem demokrasi
sebagai dasar landasan dalam menerapkan sistem pemerintahan disebuah negara.
Bila kita melihat dari sebuah Teori yang disampaikan
oleh Polybius, yang menerangkan bahwa sistem demokrasi akan tergeser atau
berganti sistem Okhlokrasi, menurut pendapat pribadi sebagai sistem peralihan,
sebab pemerintahan yang dijalankan tidak dijalankan oleh orang-orang yang
memang memahami bagaimana menjalankan sebuah sistem pemerintahan. Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian dari Okhlokrasi cukup
singkat. Yaitu, pemerintahan yang dipegang oleh kaum awam.
Pergeseran atau pergantian dapat juga kita sebut
sebagai sebuah siklus, Thery Polybius lebih detil menjelaskan, celah pada sistem
demokrasi yang dapat membuatnya melanggengkan kebebasan penuh dengan pelarangan
yang dianggap sebagai pengekangan, instabilitas politik, korup serta posisi
kursi pemerintahan di tangan orang-orang yang tidak kompeten (salah).
Sekitar tahun 1930-an, Amerika juga pernah merasakan
oklokrasi, melalui sebuah kekuatan terselubung (Mafia) dari kalangan keluarga
mafia disana yang mengendalikan negara dengan secara ilegal dan
inskonstitusional, demokrasi yang sudah tergelincir, menurut para ahli tata
negara dapat disebut sebagai oklokrasi. Ciri-cirinya yang tampak adalah
demokrasi, tapi yang terjadi didalamnya justru malah banyak terjadi kebobrokan
di sana-sini. Selain itu oklokrasi juga sarat dengan tindak korupsi dalam roda
pemerintahan, hingga didalam penyelenggaraan negara.
Oklokrasi diambil dari bahasa Latin ochlocratia. Pemerintah dalam oklokrasi legal terpilih melalui sistem demokrasi. Dalam kasus khusus dan kondisi spesifik, pemerintah oklokrasi akan melakukan penggiringan opini. Penggunaan mayoritas dan sentimen massa sangat lumrah dalam kelompok ini. Diawali dengan menghembuskan intimidasi dan pertikaian. Oklokrasi sendiri merupakan bentuk pemerintahan yg dipegang oleh orang-orang yang tidak memahami tentang pemerintahan, sehingga akan mungkin mengakibatkan terjadinya sebuah kekacauan. Jadi intinya bukanlah awam atau tidak awam. Orang awam pun, apabila nuraninya berfungsi dengan benar, ya orang-orang yang dipimpinnya pun pasti akan merasakan kedamaian dan keadilan.
Secara pribadi saya berpendapat, bahwa tidak masalah bila pucuk sebuah kepemimpinan tertinggi, misal dalam suatu negara, dipegang oleh orang yang awam. Asalkan, secara Uji kelayakan (fit and proper test) bukan dalam ranah akademisnya saja, seharusnya calon yang diproyeksikan sebagai pemimpin, memahami dan mengerti akan sebuah fungsi kesadarannya dalam berfikir, mampu menganalisa permasalahan dan mampu menempatkannya pada porsi skala prioritas, dalam rancangan program-program kerjannya, sebagai bukti awal cara berfikirnya dalam mengidentifikasi sebuah permasalahan hingga dapat meramu sebuah solusi yang tepat, yang harus terjamin dan tidak memiliki indikasi adanya sebuah masalah yang dapat mengganggu, baik secara nurani dan akalnya(qolbu).
P. Radik Tyaga