Jumat, 06 September 2024

KoMA Aja

 

          Pembiaran dari sebuah tradisi yang ada di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat sudah semakin jauh dan tidak berkesan untuk menjadi contoh, semua  hal itu seharusnya dilihat dari segala sisi setelah prosesi ritual itu terlaksana, cobalah anda rasakan adakah sesuatu yang membekas dalam gerak hidup dari karakter anda?  Bila tidak mengapa kita terkadang suka gelisah dari semua itu, sehingga seperti ada rasa bersalah di dalam diri, bilamana kita tidak ikut serta dalam melaksanakannya. Yang menjadi pas buat  sebutan dari semua itu, mungkin hanyalah sebuah  wujud aksi seremonial yang hanya menjadi sia-sia dan tidak akan berpengaruh, juga berdampak apa-apa, cuma seperti sebuah fatamorgana dari rasa percaya akan imbalan pahala yang akan di perolehnya, walaupun katanya  dengan hanya menyebut satu huruf saja, hingga hanya dengan mendengarnya saja (Qs a'raf 7/204-205).

Ketika generasi ruh Sang Pembebas datang hadir dan berkuasa, maka secara otomatis dunia akan menjadi terang. Terang sebagai kata lain/pengganti dari nur atau Ilmu. Disaat dunia di kuasai oleh generasi ruh Sang Pembebas, manusia baik suka maupun terpaksa hidup akan  berdasarkan Ilmu dari Sang Pencipta, baik Ilmu ALLAH yang berlaku pada alam akwan (alam fisika) yang dikenal dengan sebutan science atau Ilmu pengetahuan maupun Ilmu hukum yang melekat pada kehidupan manusia, sebagai  sebuah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Ilmu yang seharusnya ditegakkan berdirikan, untuk kemudian dibumikan ke dalam kehidupan bermasyarakat. Tatkala Ilmu atau  hukum Sang Pencipta exsis, tampil, atau tegak, maka teranglah dunia ini.

Sebaliknya, di kala manusia sudah meninggalkan dunia Ilmu, dalam arti tidak lagi menjadikan Ilmu sebagai bagian dari dasar dalam berpikir, berkata, dan berbuat, maka kehidupan dunia manusia akan terperosok ke dalam kebodohan dan kezhaliman, yang terwujud akhirnya menjadi sebuah zaman kegelapan (zhulumat) (Qs Al Baqarah 2/256-257). Perlu diketahui dalam zaman kebodohan atau zaman jahilliyah, yang menjadi ukuran kebenaran dan kesalahan (dosa) bukan lagi Ilmu, bukan lagi hukum Sang Pencipta, akan tetapi dengan hawa nafs semata.

Hawa adalah merupakan suatu kekuatan atau suatu kekuasaan yang cenderung timbul dari daya nafs yang berada didalam diri manusia.

Jika seseorang sudah dikuasai oleh hawa nafs, otomatis maka sudah pasti akan menjadikan an nafs itu sebagai tu(h)an-Nya, atau sebagai Illah-Nya (Qs Al Jasiyah 45/23).

 

              Di Sadur oleh '

                ZIMRAN & GAVRA.

Serpihan petuah

 Serpihan petuah    Berdasarkan kajian surat Asy Syu'ara' ayat 198 sampai 200  saya berani menyimpulkan bahwa kitalah dari bangsa Nu...