Kamis, 12 Desember 2024

PELAJARAN DARI KASUS SUNHAJI

 

PELAJARAN DARI KASUS SUNHAJI

Penghinaan yang berbuah kebahagiaan, itulah kasus yang terjadi pada seorang pedagang teh setelah menerima ejekan dan hinaan dari seorang pemuka agama. Mayoritas manusia memandang setiap kejadian bukan sebagai tanda-tanda dari kekuasaan Tuhan, melainkan sekedar cerita yang tidak ada nilai pelajaran. Begitulah mereka juga memperlakukan kisah-kisah dari Para Nabi dan Rasul didalam Al-Qur'an.

Kasus Sunhaji, seorang pedagang teh yang menjajakan dagangannya pada acara keagamaan, tidak lebih hanya  sebatas kesombongan yang diperlihatkan oleh yang merasa pandai dan merendahkan orang yang lemah. Kemudian diviralkan dan mengundang rasa iba pada kebanyakan orang. Itulah nilai yang hanya bisa diambil dari kasus seorang pedagang teh yang dizalimi karena keterbatasan. Lalu adakah nilai yang lebih besar dari pelajaran tersebut?.

Barang yang dijual Sunhaji adalah sesuatu yang diperoleh dari proses transaksi yang jelas, dan ditawarkan kepada pembeli yang jelas pula, artinya secara hukum jual-beli apa yang dilakukannya sudah benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Semakin banyak yang membeli, maka keuntungan yang diperoleh akan berkali lipat. Lalu bagaimana dengan tawaran yang disampaikan pemuka agama, terhadap ajaran yang diyakininya?.

Dalam perjalanan Para Nabi dan Rasul, misi kebenaran yang dilakukan ketika berdakwah kepada manusia tidak mengharapkan sedikitpun imbalan atas apa yang disampaikan. Bahkan segala penolakan harus di sambut dengan kebijaksanaan, tidak boleh dibalas dengan ucapan kasar yang tidak mendasar. Mereka meyakini bahwa upahnya sudah disiapkan Allah, Tuhan Semesta Alam. Sehingga balasan dari manusia tidak boleh diharapkan, apalagi menuntut banyak dari apa yang sudah disampaikan. Demikianlah ajaran Islam mengajarkan, untuk memperkuat pendapat ini mari kita renungkan ingatan Allah dalam Kitab Suci Al-Qur'an di beberapa surat dibawah ini:

اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِـوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَآءً وَّلَا شُكُوْرًا

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu."

(QS. Al-Insan 76: Ayat 9)

قُلْ مَاۤ اَسْـئَـلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ اِلَّا مَنْ شَآءَ اَنْ يَّـتَّخِذَ اِلٰى رَبِّهٖ سَبِيْلًا

"Katakanlah, "Aku tidak meminta imbalan apa pun dari kamu dalam menyampaikan (risalah) itu, melainkan (mengharapkan agar) orang-orang mau mengambil jalan kepada Tuhannya.""

(QS. Al-Furqan 25: Ayat 57)

اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْــئَلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ

"Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."

(QS. Ya-Sin 36: Ayat 21)

Dengan ketiga ayat ini, sangatlah jelas dan gamblang bahwa Allah tidak mengajarkan kepada para pembawa risalah-Nya untuk memperjualbelikan ajaran-Nya karena mengharapkan imbalan dari manusia. Kebenaran tidak boleh diatur oleh manusia, memilih yang sesuai dengan selera nafsnya dan menyingkirkan yang bersinggungan dengan kemauan dirinya. Itulah prinsip yang selama ini disembunyikan dan banyak manusia tidak mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan Semesta Alam, Allah SWT.

Dari tulisan singkat ini, semoga kita bisa menilai kedudukan Sunhaji dan Pemuka agama yang sedang viral diberitakan.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Serpihan petuah

 Serpihan petuah    Berdasarkan kajian surat Asy Syu'ara' ayat 198 sampai 200  saya berani menyimpulkan bahwa kitalah dari bangsa Nu...