Pembuktian
Dari Petunjuk
Pada dasarnya Allah
menciptakan manusia tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mengabdi pada-Nya (QS Az-Zariyat:56). Selayaknya
orang mengabdi atau bekerja pada sebuah perusahaan, manusia
tinggal menjalankan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya.
Yang menjadi
pertanyaan bagaimana manusia bisa mengabdi dengan benar kepada Allah? Haruskah
Allah turun langsung kebumi untuk menjelaskan kepada manusia?
Atau seperti apa?
Allah mengutus
seorang juru bicara, Rasul atau Mesias yang
membebaskan manusia dari “kebutaan” akan kehidupan dan menurunkan Al-Quran
(kitab) sebagai petunjuk bagi manusia ketika Rasul tak ada.
"Bulan
Ramadan adalah (bulan) yang
di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada
di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan
(dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
agar kamu bersyukur." (Al-Baqarah ayat 185)
Dari petunjuk itulah
manusia bisa mengambil acuan dalam mengabdi kepada Allah. Bukan
hanya sekedar petunjuk, A-Quran
juga sebagai bayyinat, artinya Al-Quran bisa menjelaskan petunjuk itu sendiri, agar
manusia bisa benar-benar paham
dan sadar.
Pada kondisi hari
ini manusia hanya menjadikan Al-Quran sebagai mesin
penghasil pahala dengan hanya sekadar dibaca tanpa dipahami dan dilaksanakan
maknanya. Maka tidak heran sebagian besar manusia
istiqomah untuk berbuat kerusakan di muka bumi.
Bahkan ada ahli
filsuf yang mengatakan bahwa Kitab Suci adalah fiksi. Inilah
bentuk "gagal paham" manusia
abad ini yang hanya memposisikan Kitab Suci sebagai "Kitab
Dongeng" yang tak dapat di aktualisasi.
By:
Michael
Zahid Aditiya