PERBUDAKAN
DAN PENGABDIAN
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka mengabdi kepada-Ku" (QS. AZ-ZARIYAT 56)
Selaku seorang hamba, sudah sepantasnya manusia hanya
mengabdi kepada Allah, Tuan semesta alam. Wujudnya adalah dengan mematuhi
segala perintahNya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dimana perintah dan
larangan tersebut sudah termaktub
didalam kitab-kitab-Nya. Sebenarnya segala aturan yang ada bukan untuk
mengekang kebebasan manusia. Ibarat orang hidup disuatu negara. Orang bisa
hidup didalam suatu negara apabila mau mengikuti aturan-aturan yang berlaku
didalam negara tersebut. Itu merupakan hal yang wajar dan tak terbantahkan.
Sebab apabila tidak demikian, maka bisa jadi alam semesta akan menjadi rusak
diakibatkan keserakahan dan ketamakan manusia.
Jangan mengecilkan makna pengabdian dengan simbol-simbol
yang ada. Jangan menjadi seorang pekerja yang bertutur kata dan bersikap manis
didepan tuannya tetapi dibelakang tidak ada satu pun aturan yang ditaati.
Seperti sebuah permisalan, Seorang mempunyai dua anak laki-laki. la pergi
kepada anak sulung dan berkata: Anakku, pergi dan bekerjalah hari ini dalam kebun
anggur. Jawab anak itu: baik, bapa. Tetapi ia tidak pergi.
Lalu orang itu pergi kepada anak yang kedua dan berkata
sama. Dan anak itu menjawab: Aku tidak mau. Tetapi kemudian ia menyesal lalu
pergi juga ke kebun anggur. Siapakah di antara kedua orang itu yang melakukan
kehendak ayahnya? Jawabnya adalah yang terakhir.
Pengabdian tidak sama dengan menyembah yang hanya
dikotakkan dengan simbolitas saja.
Pengabdian merupakan suatu bentuk totalitas seorang hamba didalam menaati
segala aturan tuannya.
Anak yang dititipkan kebun anggur untuk dirawat,
dipelihara dengan baik. Artinya manusia diberikan amanat sebagai seorang
pengganti (kholif) untuk mengelola bumi dengan tata aturan yang Allah berikan,
agar tercipta kondisi aman, adil dan sejahtera. Karena hanya dengan sistem
Allah dapat tercipta kondisi yang demikian tersebut.
Tetapi ternyata masih banyak manusia yang lebih senang
diperbudak hawa nafsunya, materi menjadi tuan dalam hidupnya. Semua tindakan
diukur dengan materi. Akibatnya tercipta kehidupan yang penuh tipu muslihat,
saling tindas menindas, penuh kekerasan dan bahkan saling memperbudak. Yang
kuat menindas yang lemah dan seseorang berpesta pora di atas penderitaan orang
lain.
Ketika manusia mau menjadi budak Allah, sesungguhnya manusia
akan ditinggikan derajatnya menjadi seorang pengganti sebagai perpanjangan
Allah untuk menerapkan undang-undang-Nya dimuka bumi. Tetapi jika kita melihat
dengan jeli kondisi yang ada sesungguhnya manusia sedang diperbudak oleh sistem
manusia, yang berorientasi pada pemenuhan materi, kekuasaan dan kepuasan
libido. Sehingga sudah menjadi tugas penegak-penegak risalah untuk membebaskan
budak dari perbudakan agar bisa kembali ke jalur yang benar, yaitu menjadi
hamba Allah yang hanif.
By:
Michael Zahid Aditiya