Minggu, 29 Desember 2024

Belajar Dari Seorang Tukang Bakso

 

Ferry Suwadi, atau akrab disapa Sam Ferry, adalah seorang pengusaha bakso asal Dusun Segelan Sidomulyo, Desa Bale Asri, Malang, Jawa Timur. Ia menjadi sorotan publik setelah membangun jalan desa sepanjang 5 kilometer dengan dana pribadi sekitar Rp10 miliar

Latar Belakang dan Karier:

Awal Usaha: Setelah lulus SMP, Ferry memulai usaha berjualan bakso. Pada tahun 1992, ia merantau ke Batam untuk mengembangkan usahanya, awalnya berjualan bakso dengan cara dipikul. Berkat kerja keras dan cita rasa bakso yang lezat, usahanya berkembang pesat

Ekspansi Bisnis: Saat ini, Ferry memiliki delapan cabang usaha bakso bernama "Bakso Gunung Sam Ferry" di Batam, tersebar di berbagai lokasi seperti Jodoh, Batam Center, Batu Aji, Sagulung, Botania, Piayu, Tiban, dan Ruko Grand Junction.

Kedermawanan dan Kontribusi Sosial:

Pembangunan Infrastruktur: Sejak 2017, Ferry telah membangun jalan desa di kampung halamannya yang sebelumnya rusak parah. Hingga November 2024, proyek ini mencapai tahap kelima dengan total panjang 5 kilometer dan lebar 5 meter. Pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh warga setemp

Fasilitas Umum Lainnya: Selain jalan, Ferry juga membangun masjid, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), dan lapangan sepak bola di desanya, menunjukkan kepeduliannya terhadap kemajuan kampung halaman. 

Kesimpulan:

"Seorang rakyat kecil telah menunjukkan kepedulian besar terhadap desanya. Bukankah ini menjadi pengingat bagi kita yang diberi amanah lebih besar untuk berbuat lebih banyak?"

Ketika seorang tukang bakso mampu membangun jalan untuk masyarakat dengan hartanya sendiri, apakah kita, sebagai pemangku kekuasaan, masih bisa berdiam diri?"

Kisah Ferry Suwadi menjadi inspirasi bagi banyak orang, menunjukkan bahwa dengan kerja keras dan kepedulian sosial, seseorang dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi komunitasnya. Dia telah membangun jalan yang berbentuk fisik material dan membuat bahagia masyarakat desa di kampungnya, semua masyarakat desa bahkan pendatang yang berkunjung ke desa tersebut merasakan kenyamanan jalan yang dibangun. Namun, Apakah anda sadar ada jalan yang bisa menyelamatkan diri anda dimasa kini dan akan datang?

Penulis:

Michael Zahid Aditya

BPJS Harvey Moeis Salah Siapa

 

Kasus BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang salah sasaran, seperti digunakan oleh orang kaya atau bahkan koruptor, adalah masalah sistemik yang melibatkan berbagai pihak. Berikut beberapa kemungkinan penyebabnya:

1. Ketidaktepatan Verifikasi Data

Kesalahan dalam pendataan atau verifikasi penerima manfaat. Data yang tidak valid, usang, atau kurang diperbarui bisa menyebabkan orang yang seharusnya tidak berhak tetap terdaftar.

2. Kurangnya Pengawasan

Lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan program membuat celah bagi penyalahgunaan. Sistem pengawasan internal yang tidak memadai memungkinkan manipulasi data atau penyalahgunaan kartu BPJS.

3. Kesadaran Masyarakat Rendah

Orang kaya atau pihak yang sebenarnya mampu membayar layanan kesehatan bisa saja dengan sengaja memanfaatkan BPJS untuk menghemat biaya, meskipun itu tidak etis.

4. Korupsi atau Penyalahgunaan Wewenang

Jika ada unsur korupsi di tingkat pengelolaan, seperti manipulasi data untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, ini menjadi akar masalah.

5. Ketidakseimbangan Sistem Jaminan Sosial

BPJS didesain untuk melayani seluruh masyarakat, termasuk yang mampu membayar (peserta mandiri), tapi ketidakseimbangan dalam pembagian manfaatnya bisa menciptakan persepsi salah sasaran.

Solusi:

·         Validasi Data Berkala: Pemerintah perlu memperkuat sistem pendataan, memastikan hanya mereka yang benar-benar berhak mendapatkan subsidi.

·         Penegakan Hukum: Sanksi tegas untuk pelaku penyalahgunaan, baik individu maupun institusi.

·         Peningkatan Transparansi: Publikasi data penerima manfaat secara anonim untuk audit masyarakat.

·         Edukasi dan Kesadaran: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka dalam program BPJS.

 

Kesimpulan:

Masalah ini adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait. Kasus Harvey Moeis hanyalah salah satu dari banyak Harvey Moeis lainnya yang disembunyikan, sudah saatnya pemerintah pusat mengambil tindakan dan jangan cuma menjadi penonton atas kegaduhan.

Sebagai wong cilik, apa yang bisa kita lakukan?, menjadi penonton yang hanya menghujat dan mencaci maki pelaku kejahatan atau peranan apa yang bisa dimainkan?. Dalam sebuah pesan Muhammad Rasulullah mengingatkan:  "Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim, no. 49).

Pertanyaannya dari ingatan ini adalah, Bagaimana saudara mengetahui dan memastikan bahwa hati ini sudah bisa mencegah dan mengubah kejahatan?...

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Pengelolaan Pajak di Masa Muhammad Rasullulah.

 Pada masa Muhammad Rasulullah pengelolaan pajak atau pendapatan negara belum seragam seperti di masa sekarang, tetapi sudah ada konsep dasar mengenai keuangan publik. Pendapatan negara dikelola berdasarkan prinsip keadilan, transparansi, dan kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah beberapa bentuk pengelolaan pajak dan pendapatan pada masa Rasulullah SAW

1. Zakat sebagai Pajak Utama

Zakat adalah salah satu pilar Islam yang menjadi kewajiban umat Muslim untuk mendukung kesejahteraan masyarakat, terutama kaum fakir dan miskin.

Zakat dikenakan pada harta tertentu (emas, perak, hasil pertanian, ternak, dan perdagangan) dengan persentase yang telah ditentukan (seperti 2,5% untuk emas dan perak).

Hasil zakat digunakan untuk:

·         Fakir dan miskin.

·         Amil (pengelola zakat).

·         Muallaf (yang baru masuk Islam).

·         Membebaskan budak.

·         Orang yang terlilit utang.

·         Perjuangan di jalan Allah.

·         Ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal).

2. Jizyah (Pajak Non-Muslim)

Jizyah adalah pajak yang dikenakan kepada non-Muslim (ahlul kitab) sebagai imbalan atas perlindungan dan hak hidup damai di bawah pemerintahan Islam.

Nilai jizyah disesuaikan dengan kemampuan individu, sehingga tidak memberatkan.

3. Kharaj (Pajak Tanah)

Kharaj dikenakan pada tanah yang dimiliki oleh non-Muslim yang ditaklukkan, atau pada tanah yang tidak dikenakan zakat.

Hasilnya digunakan untuk kebutuhan publik, seperti pembangunan infrastruktur atau kesejahteraan masyarakat.

4. Ghanimah (Harta Rampasan Perang)

Ghanimah adalah harta yang diperoleh dari peperangan. Rasulullah SAW membagi ghanimah menjadi:

1/5 untuk Baitul Mal (kas negara) dan digunakan untuk kepentingan umum.

Sisanya dibagi kepada pasukan yang ikut berperang.

5. Fai' (Harta tanpa Perang)

Fai’ adalah harta yang diperoleh tanpa peperangan, seperti dari perjanjian damai atau penyerahan sukarela.

Harta ini sepenuhnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umum.

6. Sadaqah dan Infak

Selain zakat, masyarakat didorong untuk memberikan sadaqah dan infak sebagai kontribusi sukarela untuk membantu sesama.

Prinsip Pengelolaan Pajak

Keadilan: Setiap orang membayar sesuai kemampuan dan kewajiban yang ditentukan syariat.

Transparansi: Dana dikumpulkan dan disalurkan dengan jujur dan terbuka.

Kesejahteraan: Fokus utama adalah mengentaskan kemiskinan dan menciptakan masyarakat yang sejahtera.

Amanah: Rasulullah SAW memastikan para pengelola keuangan negara adalah orang-orang yang amanah dan jujur.

Peran Baitul Mal

Seluruh pemasukan, baik dari zakat, jizyah, kharaj, ghanimah, atau fai’, dikelola melalui Baitul Mal, yang berfungsi sebagai kas negara. Baitul Mal memastikan dana digunakan untuk kepentingan umum dan tidak disalahgunakan.

Kesimpulan

Pada masa Rasulullah SAW, pengelolaan pajak bersifat sederhana namun sangat efektif. Fokusnya adalah keadilan, kesejahteraan, dan kepatuhan terhadap syariat. Sistem ini menjadi dasar pengelolaan keuangan Islam yang terus berkembang hingga kini. Rakyat melihat langsung manfaat dari pajak yang mereka bayarkan, sehingga mendukung penuh kebijakan tersebut.

Dengan pengelolaan yang adil, amanah, dan sesuai syariat, rakyat pada masa Rasulullah SAW merasa bahwa pajak adalah bagian dari upaya menciptakan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Bahkan rasa keadilan ini juga dirasakan oleh kalangan yang bukan beragama Islam pada masa pemerintahan Khalifah Muawiyah.

Perlindungan terhadap kaum Nasrani di wilayah pemerintahan Khalifah Muawiyah menunjukkan bagaimana Islam menghormati hak-hak non-Muslim. Gubernur-gubernur yang bertugas pada masa itu menjalankan kebijakan yang mencerminkan prinsip keadilan dan perlindungan untuk semua warga negara, sehingga membuat kaum Nasrani lebih memilih hidup di bawah pemerintahan Islam daripada penguasa sebelumnya.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

PPN 12% Besar Manfaat Atau Mudharat

 Pajak adalah kontribusi wajib yang dikenakan oleh pemerintah kepada individu atau badan usaha berdasarkan undang-undang, yang digunakan untuk membiayai kebutuhan negara dan kesejahteraan masyarakat. Pajak bersifat memaksa, artinya setiap warga negara atau entitas yang memenuhi syarat dikenakan kewajiban membayar pajak.

Pajak tidak memberikan imbalan langsung kepada pembayar pajak, tetapi hasil pajak digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik. Itulah penjelasan singkat mengenai pajak dan peruntukannya. Seyogianya semakin besar pajak yang diserap, semakin besar pula pelayanan negara kepada rakyatnya.

Sikap masyarakat terhadap kenaikan pajak bervariasi, tetapi umumnya banyak yang menunjukkan ketidakpuasan atau bahkan apatis terhadap kenaikan pajak. Berikut adalah alasan mengapa hal ini terjadi:

1. Faktor Ketidakpercayaan terhadap Pengelolaan Dana Pajak

·         Korupsi dan Penyalahgunaan Anggaran: Banyak masyarakat merasa bahwa uang pajak tidak dikelola dengan baik karena seringnya kasus korupsi atau ketidakefisienan pemerintah. Hal ini membuat mereka skeptis bahwa kenaikan pajak akan membawa manfaat nyata.

·         Minimnya Transparansi: Ketidakjelasan alokasi dana pajak menyebabkan masyarakat ragu apakah uang mereka benar-benar digunakan untuk kepentingan publik.

2. Beban Ekonomi

·         Kondisi Ekonomi Sulit: Dalam situasi ekonomi yang berat, seperti inflasi tinggi atau daya beli menurun, kenaikan pajak dianggap menambah beban masyarakat.

·         Ketimpangan Pajak: Ada persepsi bahwa pajak lebih berat dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah dibandingkan mereka yang berpenghasilan tinggi atau korporasi besar.

3. Kurangnya Sosialisasi dan Pemahaman

·         Banyak orang tidak memahami tujuan kenaikan pajak atau manfaatnya secara langsung. Pemerintah sering kali kurang efektif dalam menjelaskan alasan di balik kebijakan ini.

·         Ketidaktahuan: Sebagian masyarakat menganggap pajak hanya sebagai kewajiban tanpa melihat kontribusinya pada pembangunan.

4. Keengganan untuk Berkontribusi

·         Mentalitas Individualistik: Sebagian masyarakat merasa mereka tidak mendapatkan layanan publik yang memadai sehingga enggan membayar lebih.

·         Kesenjangan Sosial: Ketika masyarakat melihat kelompok tertentu menikmati fasilitas atau subsidi lebih besar, mereka cenderung merasa tidak adil.

Sikap Apatis

Sikap apatis sering muncul karena kombinasi dari ketidakpercayaan, kurangnya komunikasi yang baik, dan rasa frustrasi terhadap sistem pajak yang dianggap tidak berpihak pada rakyat kecil. Dalam kondisi ini, masyarakat cenderung pasif atau bahkan enggan terlibat dalam diskusi terkait kebijakan pajak.

Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintah?

·         Untuk mengatasi sikap ini, pemerintah perlu:

·         Meningkatkan Transparansi dalam penggunaan dana pajak.

·         Menyosialisasikan manfaat pajak dengan lebih efektif.

·         Memastikan keadilan pajak, sehingga masyarakat merasakan dampak positif dari kebijakan tersebut.

·         Mengatasi ketimpangan dan korupsi, yang sering menjadi sumber ketidakpercayaan masyarakat.

Kesimpulan:

Apabila pemerintah dapat membangun kepercayaan publik, sikap masyarakat terhadap pajak dan kenaikannya cenderung lebih positif. Transparansi dan keadilan dalam distribusi penyaluran dana pajak akan membuat kepercayaan publik meningkat. Sebaliknya penyalahgunaan dana pajak yang sudah lama terjadi dan tidak ada penanganan yang berarti, hanya tinggal menunggu waktu saja kekacauan secara luas akan terjadi.

Dana pajak ibarat “darah” yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Apabila darahnya cukup dan peredarannya mengalir dengan sehat, maka dampak positif akan dirasakan oleh seluruh organ pada tubuh. Namun, jika peredaran darah tersumbat, organ vital seperti jantung, otak, atau paru-paru dapat kekurangan oksigen, yang berisiko menyebabkan kerusakan permanen, kegagalan fungsi organ, atau kematian.

Penulis:

Michael Zahid Aditya.

Jumat, 27 Desember 2024

Akhir Tahun: Waktu untuk Merenung dan Melangkah

 

Akhir Tahun: Waktu untuk Merenung dan Melangkah

Tahun ini seperti sebuah perjalanan: penuh dengan tantangan, kejutan, dan pelajaran berharga. Ada tawa yang menggema, air mata yang jatuh, dan langkah-langkah yang terkadang terasa berat. Namun, setiap detik yang telah berlalu adalah bagian dari kisah hidup yang tak tergantikan.

Mari kita sejenak merenung, mengingat segala hal yang telah kita capai, sekecil apa pun itu. Bersyukurlah untuk keberhasilan dan kegagalan, karena keduanya adalah guru yang luar biasa. Jangan lupa memberi waktu untuk memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang mungkin terjadi.

Kecintaan dan kebencian adalah bagian dari dinamika hidup yang menghiasi, tidak ada rasa cinta tanpa kebencian yang menyertai. Untuk itu janganlah terlalu menyalahkan rasa benci, karena cepat atau lambat dia akan berganti.

Tahun baru adalah bab baru, sebuah halaman kosong yang siap kita isi dengan harapan, mimpi, dan usaha terbaik. Jadikan setiap langkah lebih berarti, setiap keputusan lebih bijaksana, dan setiap hari lebih berwarna.

Selamat tinggal tahun yang berlalu, dan selamat datang tahun yang baru. Semoga kita semua terus melangkah dengan hati yang kuat, semangat yang menyala, dan tekad untuk menjadi lebih baik lagi.

Selamat Tahun Baru!

 

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Evaluasi Diri Akhir Tahun: Memperjuangkan Visi dan Misi Organisasi

 

Evaluasi Diri Akhir Tahun: Memperjuangkan Visi dan Misi Organisasi

Akhir tahun merupakan momen refleksi untuk mengevaluasi langkah-langkah yang telah dilakukan dalam memperjuangkan visi dan misi organisasi. Berikut adalah beberapa poin evaluasi yang dapat menjadi panduan:

1.      Pencapaian Tujuan Strategis

    • Apakah visi dan misi organisasi sudah menjadi panduan utama dalam setiap aktivitas?
    • Apa saja pencapaian signifikan yang diraih organisasi tahun ini?
    • Apakah semua target strategis tercapai sesuai dengan rencana?

2.      Kepemimpinan dan Kolaborasi

    • Bagaimana peran saya sebagai individu dalam memimpin atau mendukung anggota tim?
    • Apakah saya sudah cukup proaktif dalam mendorong sinergi antaranggota organisasi?
    • Apakah ada tantangan komunikasi atau koordinasi yang belum teratasi?

3.      Efektivitas Program Kerja

    • Program atau kegiatan mana yang paling berhasil mendukung misi organisasi?
    • Apakah ada program yang tidak berjalan efektif? Jika ya, apa penyebabnya?
    • Bagaimana pengelolaan waktu, sumber daya, dan tenaga untuk setiap program kerja?

4.      Pengelolaan Diri dan Pengembangan Kapasitas

    • Apakah saya telah memberikan kontribusi terbaik sesuai dengan kemampuan?
    • Bagaimana kemampuan manajemen waktu saya selama tahun ini?
    • Apakah ada keterampilan baru yang saya pelajari dan terapkan untuk mendukung organisasi?

5.      Tantangan dan Solusi

    • Apa saja kendala yang dihadapi dalam memperjuangkan visi dan misi?
    • Bagaimana saya mengatasi tekanan, hambatan, atau kegagalan yang terjadi?
    • Apa yang dapat ditingkatkan untuk menghadapi tantangan serupa di masa depan?

6.      Peningkatan Komitmen dan Nilai Organisasi

    • Apakah saya sudah menjalankan nilai-nilai organisasi dengan konsisten?
    • Bagaimana upaya saya dalam menjaga semangat dan komitmen anggota tim lainnya?

7.      Rencana Ke Depan

    • Apa langkah strategis yang akan diambil untuk memperbaiki kelemahan tahun ini?
    • Bagaimana saya bisa lebih efektif dalam mendukung tercapainya visi organisasi tahun depan?

Refleksi ini bukan sekadar melihat ke belakang, tetapi juga sebagai pijakan untuk melangkah lebih baik di masa depan. Dengan mengevaluasi diri secara jujur dan menyeluruh, kita dapat memastikan bahwa perjuangan untuk visi dan misi organisasi terus relevan, efektif, dan berdampak positif.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Evaluasi Diri ditahun 2024 dari kepahitan Hidup

Evaluasi Diri: Menutup Akhir Tahun dengan Pembelajaran dari Kepahitan Hidup

Akhir tahun adalah momen refleksi, sebuah kesempatan untuk berhenti sejenak dari kesibukan hidup dan menengok ke belakang, mengulas perjalanan yang telah dilalui. Dalam perjalanan ini, mungkin ada kebahagiaan yang membanggakan, tetapi tak jarang juga kita dihadapkan pada kepahitan hidup yang menguji ketangguhan hati. Meski terasa berat, kepahitan ini sesungguhnya menyimpan pelajaran berharga yang dapat memperkaya diri kita.

Menerima Kepahitan dengan Hati Terbuka

Tidak mudah untuk menerima kenyataan pahit. Kegagalan, kehilangan, atau kekecewaan sering kali meninggalkan luka mendalam. Namun, langkah pertama untuk belajar dari kepahitan adalah dengan menerimanya. Penerimaan bukan berarti menyerah, melainkan mengakui bahwa hal tersebut adalah bagian dari perjalanan hidup. Dengan menerima, kita memberi ruang bagi diri sendiri untuk merenung dan menemukan makna di balik setiap peristiwa.

Mencari Hikmah di Balik Setiap Ujian

Setiap pengalaman, baik manis maupun pahit, memiliki hikmahnya. Kepahitan hidup sering kali menjadi guru terbaik yang mengajarkan kita tentang kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan. Misalnya, kegagalan mungkin mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati atau bekerja lebih keras, sementara kehilangan mungkin mengingatkan kita untuk lebih menghargai orang-orang terdekat.

Menulis Catatan Reflektif

Salah satu cara untuk mengevaluasi diri adalah dengan menuliskan pengalaman dan perasaan yang telah kita lalui. Tuliskan apa yang berhasil dan apa yang belum tercapai, bagaimana cara kita menghadapi tantangan, dan apa yang dapat diperbaiki di masa depan. Melalui tulisan, kita dapat melihat pola-pola tertentu yang mungkin tidak terlihat saat kita hanya memikirkannya.

Memperbaiki Diri untuk Tahun yang Akan Datang

Evaluasi diri bukan sekadar mengingat kesalahan atau penyesalan, tetapi juga menyusun langkah untuk menjadi lebih baik. Kepahitan hidup yang telah dilewati bisa menjadi landasan untuk membuat perubahan positif. Tetapkan tujuan yang realistis, tingkatkan kualitas diri, dan gunakan pengalaman pahit sebagai pengingat untuk terus bertumbuh.

Mengakhiri dengan Syukur

Terlepas dari segala ujian, ada banyak hal yang patut disyukuri. Bersyukur bukan hanya untuk keberhasilan, tetapi juga untuk pelajaran yang datang bersama kepahitan. Rasa syukur ini akan membawa kedamaian dalam hati dan memberikan energi positif untuk menyambut tahun baru dengan semangat baru.

Penutup
Akhir tahun adalah waktu untuk berdamai dengan diri sendiri. Kepahitan hidup yang telah dilewati bukanlah akhir, melainkan sebuah bab yang melengkapi perjalanan hidup kita. Dengan belajar dari pengalaman pahit, kita dapat melangkah ke depan dengan lebih bijak, lebih kuat, dan lebih siap menghadapi tantangan yang akan datang. Mari menutup tahun ini dengan refleksi yang mendalam, tekad yang baru, dan hati yang penuh harapan.

Penulis:

Michael Zahid Aditya


Evaluasi diri di akhir tahun adalah momen penting untuk merefleksikan pelajaran dari berbagai peristiwa, termasuk bencana alam. Berikut adalah beberapa poin evaluasi yang dapat membantu kita memahami, belajar, dan bersiap menghadapi tantangan di masa depan

 

Evaluasi diri di akhir tahun adalah momen penting untuk merefleksikan pelajaran dari berbagai peristiwa, termasuk bencana alam. Berikut adalah beberapa poin evaluasi yang dapat membantu kita memahami, belajar, dan bersiap menghadapi tantangan di masa depan:

1. Meningkatkan Kesadaran dan Kesiapsiagaan

  • Apakah kita sudah memiliki pemahaman tentang risiko bencana di wilayah tempat tinggal?
  • Apakah kita sudah mengikuti pelatihan atau memiliki akses ke informasi tentang mitigasi bencana, seperti evakuasi, titik aman, atau penggunaan alat darurat?

2. Peran dalam Melindungi Lingkungan

  • Seberapa besar kontribusi kita dalam menjaga lingkungan, seperti mengurangi penggunaan plastik, menanam pohon, atau tidak membuang sampah sembarangan?
  • Apakah kita sudah mendukung inisiatif lingkungan yang berhubungan langsung dengan mitigasi bencana, seperti penghijauan daerah rawan banjir atau pengurangan emisi karbon?

3. Evaluasi Sistem Komunitas

  • Apakah komunitas kita memiliki rencana atau program penanggulangan bencana yang jelas?
  • Seberapa aktif kita dalam membantu sesama, terutama mereka yang terdampak langsung oleh bencana?

4. Belajar dari Pengalaman

  • Apa yang telah kita pelajari dari bencana-bencana yang terjadi tahun ini, baik dari sudut pandang kesiapan, respons, maupun pemulihan?
  • Apakah kita sudah mengubah cara berpikir atau gaya hidup agar lebih adaptif terhadap perubahan iklim?

5. Persiapan Masa Depan

  • Apakah kita memiliki rencana untuk memitigasi risiko bencana di tahun-tahun mendatang, seperti asuransi bencana, rencana evakuasi keluarga, atau dana darurat?
  • Bagaimana kita dapat mendukung kebijakan atau program pemerintah yang bertujuan mencegah dampak buruk dari bencana?

Penutup

Belajar dari bencana alam yang terjadi sepanjang tahun mengingatkan kita akan pentingnya hidup selaras dengan alam, memperkuat solidaritas, dan selalu siap menghadapi keadaan darurat. Evaluasi diri ini bukan hanya untuk melihat apa yang sudah dilakukan, tetapi juga untuk menentukan langkah ke depan yang lebih baik, baik untuk diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat luas.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Evaluasi Diri Menutup Akhir Tahun: Belajar dari Alam

 

Evaluasi Diri Menutup Akhir Tahun: Belajar dari Alam

Akhir tahun sering kali menjadi waktu yang tepat untuk merenung, mengevaluasi perjalanan hidup, dan menyusun langkah baru. Dalam melakukan evaluasi diri, kita dapat mengambil inspirasi dari alam—flora dan fauna yang terus beradaptasi, bertumbuh, dan bertahan dalam siklus kehidupan. Mereka menyimpan banyak pelajaran yang relevan untuk kehidupan kita sebagai manusia.

1. Belajar dari Pohon: Bertumbuh dengan Akar yang Kokoh

Pohon tidak pernah terburu-buru dalam pertumbuhannya. Ia memulainya dengan menanamkan akar yang kuat ke dalam tanah sebelum tumbuh tinggi menjulang. Meski badai menerjang, pohon besar tetap berdiri kokoh karena akarnya yang dalam.

Pelajaran: Dalam evaluasi diri, tanyakan kepada diri sendiri: "Apakah aku sudah memiliki fondasi hidup yang kokoh?" Fondasi ini bisa berupa nilai-nilai moral, keyakinan, atau hubungan yang mendukung pertumbuhan kita. Seperti pohon, kita harus bertumbuh perlahan tapi pasti, dengan akar yang kuat untuk menopang masa depan.

2. Belajar dari Bunglon: Fleksibilitas dalam Perubahan

Bunglon adalah contoh nyata dari kemampuan beradaptasi. Dengan mengubah warna tubuhnya, ia mampu berbaur dengan lingkungannya dan bertahan di tengah ancaman.

Pelajaran: Tahun ini mungkin penuh dengan perubahan, baik besar maupun kecil. Apakah kita sudah cukup fleksibel untuk menghadapi perubahan tersebut? Dalam evaluasi diri, penting untuk melihat bagaimana kita beradaptasi dengan tantangan dan peluang baru.

3. Belajar dari Burung: Kerja Keras dan Ketekunan

Setiap pagi, burung terbang keluar dari sarangnya untuk mencari makanan tanpa jaminan hasil. Namun, mereka tidak pernah menyerah. Mereka terus mencoba dengan penuh semangat.

Pelajaran: Apakah kita sudah bekerja keras untuk mencapai tujuan kita? Evaluasi diri adalah waktu yang tepat untuk melihat kembali usaha yang telah kita lakukan, sekaligus mencari cara untuk lebih tekun dan konsisten di tahun mendatang.

4. Belajar dari Semut: Kerjasama dan Ketekunan

Semut adalah makhluk kecil dengan semangat yang luar biasa. Mereka bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang jauh lebih besar daripada diri mereka sendiri.

Pelajaran: Dalam hidup, kita tidak bisa berjalan sendirian. Tanyakan pada diri sendiri: "Apakah aku sudah cukup bekerjasama dengan orang lain?" Evaluasi hubungan sosial kita, baik di keluarga, pekerjaan, maupun komunitas.

5. Belajar dari Bunga: Berproses untuk Mekar pada Waktunya

Bunga tidak mekar sepanjang waktu. Ia melalui siklus pertumbuhan yang panjang, mulai dari biji hingga akhirnya menjadi bunga yang indah. Mekarnya bunga juga tidak terburu-buru, tetapi datang pada waktu yang tepat.

Pelajaran: Hidup juga memiliki fase-fase yang harus dijalani. Jangan terburu-buru untuk mencapai hasil, tapi nikmati prosesnya. Dalam evaluasi diri, lihatlah seberapa sabar dan konsisten kita dalam menjalani proses hidup.

6. Belajar dari Sungai: Mengalir dan Menemukan Jalan

Sungai terus mengalir, melewati berbagai rintangan seperti batu dan lembah. Namun, ia tidak pernah berhenti. Sungai akan selalu menemukan jalannya menuju laut.

Pelajaran: Tanyakan kepada diri sendiri, "Apakah aku sudah cukup gigih menghadapi rintangan?" Seperti sungai, hidup adalah perjalanan yang membutuhkan keteguhan untuk terus maju, meskipun ada hambatan di tengah jalan.

Penutup: Kehidupan Alam sebagai Cerminan Diri

Flora dan fauna mengajarkan kita bahwa hidup adalah tentang proses, adaptasi, kerja keras, dan kebersamaan. Ketika kita menutup tahun ini, jadikan alam sebagai cermin untuk mengevaluasi perjalanan hidup kita. Belajar dari pohon, burung, bunga, dan sungai bahwa setiap makhluk memiliki peran, tujuan, dan perjuangan masing-masing dalam siklus kehidupan.

Semoga tahun mendatang menjadi waktu untuk bertumbuh lebih kokoh, beradaptasi lebih bijak, dan menjalani hidup dengan semangat baru. Seperti alam, mari terus berproses dan percaya bahwa hasil indah akan datang pada waktunya.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Hiduplah dengan Bijaksana

 

“Hiduplah dengan Bijaksana"


"Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana."
(Mazmur 90:12)

Setiap akhir tahun adalah undangan untuk berhenti sejenak, merenungkan langkah yang telah dilalui, dan mensyukuri setiap anugerah yang diberikan Tuhan. Dalam perjalanan hidup, mungkin ada keberhasilan yang membanggakan, kesedihan yang mendewasakan, atau kegagalan yang menguatkan. Namun, setiap detik yang berlalu adalah bagian dari rencana-Nya yang indah.

1. Menghitung Berkah dan Belajar dari Kekurangan
Tanyakan pada diri sendiri, "Apa yang bisa aku syukuri tahun ini?" Mungkin ada pencapaian besar yang membuatmu bangga, atau momen sederhana yang memberikan kebahagiaan. Namun, jangan abaikan kegagalan atau kesalahan. Itu adalah guru yang berharga. Ingat, kita tidak ditentukan oleh kesalahan, tetapi oleh bagaimana kita bangkit darinya.

2. Apakah Aku Sudah Berjalan di Jalur yang Tepat?
Renungkan apakah tujuan hidupmu masih sejalan dengan langkah yang diambil tahun ini. Apakah fokusmu sudah pada hal-hal yang penting, atau justru teralihkan oleh hal-hal yang sementara? Akhir tahun adalah momen yang baik untuk menyelaraskan kembali hati dan pikiran dengan visi hidupmu.

3. Siapa yang Aku Jadi Tahun Ini?
Lebih dari apa yang kita miliki, siapa yang kita jadi adalah inti dari perjalanan hidup. Apakah aku menjadi pribadi yang lebih sabar? Lebih bijaksana? Lebih berempati? Jika belum, apa yang bisa aku lakukan untuk memperbaiki diri di tahun depan?

4. Menanam Harapan untuk Tahun yang Akan Datang
Evaluasi diri bukan hanya tentang melihat ke belakang, tetapi juga menatap ke depan. Apa yang ingin kamu bawa dari tahun 2024 ke 2025? Apakah ada kebiasaan buruk yang perlu ditinggalkan, atau mimpi baru yang ingin dikejar?

Seperti menulis bab terakhir dari sebuah buku, akhir tahun adalah waktu untuk menyelesaikan kisah yang telah dimulai dan mempersiapkan diri untuk menulis cerita baru. Jangan lupa, setiap perubahan besar dimulai dengan langkah kecil.

"Hiduplah dengan bijaksana, gunakanlah waktu yang ada dengan sebaik-baiknya, karena hari-hari ini adalah jahat."
(Efesus 5:15-16)

Mari kita menutup tahun ini dengan hati penuh syukur dan pengharapan. Tinggalkan apa yang menghambat, genggam pelajaran berharga, dan langkahkan kaki dengan iman menuju tahun baru. Karena seperti yang tertulis:
"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan."
(Yeremia 29:11)

Semoga setiap dari kita menyambut tahun baru dengan hati yang bijaksana, penuh syukur, dan keyakinan bahwa Tuhan selalu menyertai langkah-langkah kita.

Selamat menutup tahun dengan damai, dan mari melangkah ke depan dengan iman!

Penulis:

Michael Zahid Aditya

 

 

Refleksi dan Evaluasi Diri Menutup Tahun 2024 Berdasarkan Al-Qur'an

 

Refleksi dan Evaluasi Diri Menutup Tahun 2024 Berdasarkan Al-Qur'an

Menjelang akhir tahun 2024, banyak di antara kita yang merenungkan perjalanan hidup selama setahun terakhir. Momen ini menjadi waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi diri, bukan hanya dari segi capaian duniawi, tetapi juga dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dalam Islam, introspeksi atau muhasabah sangat dianjurkan sebagai bentuk evaluasi terhadap hubungan kita dengan Allah, sesama manusia, dan diri sendiri.

Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Hasyr: 18)

Ayat ini menekankan pentingnya mengevaluasi amal perbuatan kita, baik yang terkait dengan saat ini maupun akan datang, sebagai bekal menuju kehidupan yang lebih baik. Berikut ini adalah beberapa langkah evaluasi diri berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan nilai-nilai Islam.

1. Merenungkan Amal Baik dan Buruk

Setiap manusia memiliki catatan amal yang akan dipertanggungjawabkan. Evaluasi diri menjadi cara untuk meninjau apakah amal kebaikan kita sudah maksimal atau justru masih banyak kekhilafan yang dilakukan. Allah SWT mengingatkan:

"Barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, niscaya dia akan melihat (balasannya)."
(QS. Az-Zalzalah: 7-8)

Melalui ayat ini, kita diingatkan bahwa sekecil apa pun amal kita, baik atau buruk, akan tercatat dan diperhitungkan.

2. Menghitung Nikmat Allah dan Mensyukurinya

Evaluasi diri tidak lengkap tanpa menyadari nikmat Allah yang begitu banyak. Apakah kita telah bersyukur atas rezeki, kesehatan, dan kebahagiaan yang Allah berikan sepanjang tahun? Firman Allah:

"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya."
(QS. Ibrahim: 34)

Syukur adalah bentuk ibadah yang menunjukkan kerendahan hati dan pengakuan atas keagungan Allah.

3. Bertaubat atas Dosa-dosa

Tidak ada manusia yang luput dari dosa, namun Allah Maha Pengampun. Akhir tahun adalah waktu yang tepat untuk memohon ampunan dan berkomitmen memperbaiki diri. Allah SWT berfirman:

"Dan mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih."
(QS. Hud: 90)

Dengan taubat yang tulus, kita dapat memulai tahun baru dengan hati yang bersih.

4. Mengevaluasi Hubungan dengan Sesama

Selain hubungan dengan Allah, evaluasi diri juga mencakup hubungan dengan sesama manusia. Apakah kita sudah memaafkan orang lain? Apakah kita sudah meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat? Rasulullah SAW bersabda:

"Barang siapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Memaafkan dan memperbaiki hubungan adalah langkah penting untuk menjaga keharmonisan hidup.

5. Merencanakan Amal untuk Masa Depan

Setelah evaluasi, rencana ke depan adalah bagian penting dari muhasabah. Allah SWT berfirman:

"Berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan."
(QS. Al-Baqarah: 148)

Rencana amal tidak hanya mencakup ibadah wajib, tetapi juga upaya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam semua aspek kehidupan.

Penutup

Evaluasi diri di akhir tahun adalah cara untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah dan sesama. Momen ini adalah waktu untuk merenungkan pencapaian spiritual, mengoreksi kekurangan, dan merencanakan hidup yang lebih baik di tahun mendatang. Semoga kita semua dapat menutup tahun ini dengan amal yang baik dan membuka tahun baru dengan semangat taat kepada Allah.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Refleksi dan Resolusi: Menutup Tahun dengan Harapan Baru

 

"Refleksi dan Resolusi: Menutup Tahun dengan Harapan Baru"

 

Menutup Tahun dengan Refleksi: Pelajaran dan Harapan Baru

Akhir tahun adalah waktu yang tepat untuk berhenti sejenak, melihat kembali perjalanan yang telah dilalui, dan mempersiapkan diri untuk langkah berikutnya. Evaluasi akhir tahun bukan hanya tentang apa yang telah dicapai, tetapi juga tentang memahami makna di balik setiap pengalaman—baik manis maupun pahit.

Menghitung Jejak: Apa yang Telah Dicapai?

Sebelum menilai apa yang kurang, mari rayakan keberhasilan yang ada. Tak perlu besar, langkah kecil pun layak diapresiasi. Apakah Anda telah menyelesaikan proyek yang tertunda, memperbaiki hubungan, atau sekadar bertahan di tengah tantangan? Semua itu adalah pencapaian.

Namun, evaluasi bukan sekadar daftar "centang" pada target. Tanyakan pada diri sendiri:

·         Apakah tujuan yang tercapai memberikan kebahagiaan sejati?

·         Apa pelajaran yang dapat dipetik dari prosesnya?

Belajar dari Kekurangan: Apa yang Bisa Diperbaiki?

Kegagalan sering kali dianggap sebagai akhir, padahal itu adalah guru terbaik. Lihat kembali momen-momen yang terasa mengecewakan, dan coba pahami penyebabnya:

·         Apakah rencana yang kurang matang?

·         Apakah kurangnya fokus atau konsistensi?

·         Atau mungkin, tujuan itu memang tidak selaras dengan hati Anda?

Bukan untuk menyesali, tetapi untuk merancang strategi baru yang lebih baik.

Menanam Harapan: Apa yang Akan Datang?

Tahun baru adalah lembar kosong yang menanti untuk diisi. Namun, jangan sekadar membuat daftar resolusi yang terlalu ambisius. Mulailah dengan langkah kecil:

·         Tetapkan prioritas yang benar-benar penting.

·         Fokus pada hal-hal yang membawa makna dalam hidup.

·         Sisakan ruang untuk kejutan dan spontanitas.

Yang terpenting, jadikan evaluasi ini sebagai pengingat bahwa setiap hari adalah kesempatan baru untuk tumbuh.

Akhir tahun bukan hanya soal penutup, tetapi juga awal dari bab berikutnya. Mari kita melangkah dengan hati yang lebih lapang, pikiran yang lebih jernih, dan semangat yang lebih besar. Selamat menyambut tahun baru!

 

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Rabu, 18 Desember 2024

AGUS BUNTUNG YANG TIDAK BERUNTUNG

 

AGUS BUNTUNG YANG TIDAK BERUNTUNG

 

Belum lama ini kita dikagetkan, dengan berita yang menurut logika kebanyakan orang tidak mungkin bisa dilakukan. Seorang disabilitas yang tidak memiliki kedua tangan, dapat melakukan tindakan asusila terhadap lawan jenis dan hebatnya tidak sedikit yang menjadi korban. Bahkan korban pertama yang diberitakan, memiliki latar belakang pendidikan tinggi dan bukan orang yang bodoh untuk jadi korban. Tetapi begitulah fakta yang terjadi dan sudah ramai jadi perbincangan. Beberapa orang menganggap bahwa polisi hanya mencari sensasi dan mencari keuntungan dari kasus yang terjadi, tetapi terlepas dari sentimen negatif sebagian besar anak bangsa ini terhadap perilaku polisi, mari kita kesampingkan dulu polemik ini dan kita membahasnya dari sisi lain yang lebih memiliki nilai positif untuk dijadikan pelajaran.

Orang dengan keterbatasan atau disabilitas sering kali mampu melakukan hal-hal luar biasa yang bahkan melebihi kemampuan orang tanpa disabilitas. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan berikut:

1. Ketahanan Mental yang Tinggi

Orang dengan disabilitas sering menghadapi tantangan sejak dini, seperti diskriminasi, keterbatasan akses, atau hambatan fisik. Hal ini membentuk ketahanan mental yang kuat, yang membuat mereka lebih gigih dan berusaha lebih keras untuk mencapai tujuan mereka.

2. Kreativitas dalam Mengatasi Hambatan

Karena mereka harus menghadapi keterbatasan tertentu, mereka sering mengembangkan cara-cara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan masalah. Mereka berpikir "di luar kotak" untuk mencari solusi yang tidak biasa.

3. Motivasi dan Determinasi yang Luar Biasa

Disabilitas sering kali menjadi pendorong untuk membuktikan bahwa mereka tidak kalah dengan orang lain. Keinginan untuk menunjukkan kemampuan dan melampaui ekspektasi membuat mereka bekerja lebih keras dan lebih fokus.

4. Pengembangan Keterampilan Lain

Ketika salah satu kemampuan mereka terbatas, mereka cenderung mengembangkan keterampilan lain sebagai kompensasi. Misalnya, seseorang yang kehilangan penglihatan mungkin memiliki indra pendengaran atau sentuhan yang lebih tajam.

5. Dukungan Komunitas dan Lingkungan

Banyak orang dengan disabilitas memiliki jaringan pendukung yang kuat, baik dari keluarga, teman, atau komunitas yang mendorong mereka untuk terus berkembang dan mencapai impian mereka.

6. Pandangan Hidup yang Berbeda

Orang dengan disabilitas sering memiliki pandangan hidup yang lebih positif dan penuh rasa syukur. Mereka lebih menghargai apa yang dimiliki dan fokus pada apa yang bisa mereka lakukan, bukan pada keterbatasan mereka.

Contoh Nyata:

Stephen Hawking: Meskipun hidup dengan ALS, ia menjadi salah satu fisikawan paling brilian di dunia.

Nick Vujicic: Lahir tanpa tangan dan kaki, tetapi menjadi pembicara motivasi yang menginspirasi jutaan orang.

Leani Ratri Oktila: Atlet para-badminton Indonesia yang meraih banyak prestasi di tingkat dunia.

Kesimpulan:

Orang dengan disabilitas menunjukkan bahwa batasan fisik atau mental bukanlah penghalang untuk mencapai hal-hal besar. Ketahanan, kreativitas, dan fokus mereka sering kali menjadi kelebihan yang memungkinkan mereka melampaui pencapaian orang yang dianggap "normal."

Tulisan di atas tentang kekuatan orang yang disabilitas adalah kekuatan positif yang dimiliki mereka, tetapi dalam kasus Agus buntung bukanlah sisi positif yang dilakukan tetapi kekuatan negatif yang membuat kebencian banyak orang. Secara bawaan manusia memiliki hawa nafsu sebagai sumber penggerak kehidupan, tetapi bahayanya hawa nafsu ini cenderung negatif kecuali yang sudah diberikan bimbingan oleh Tuhan Semesta Alam.

Contoh ketiga orang hebat disabilitas yang disebutkan diatas, namun mampu keluar dari keterbatasannya dan melampaui kemampuan manusia normal pada umumnya, adalah bukti bahwa mereka orang-orang yang diberikan bimbingan oleh Tuhan, seperti Stephen Hawking yang pada pencarian puncak pencerahannya, dia memasrahkan seluruhnya kepada Tuhan dan disanalah dirinya mendapatkan keajaiban, berupa kesembuhan dari penyakit secara ilmu kedokteran mustahil untuk dapat disembuhkan.

Sebagai dasar pelajaran dari Agus buntung dalam tulisan ini, mari kita tafakuri firman Tuhan dalam surat Yusuf (12) ayat 53:

وَمَاۤ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚاِنَّ النَّفْسَ لَاَ مَّا رَةٌ بِۢا لسُّوْٓءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗاِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

"Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Kamis, 12 Desember 2024

PELAJARAN DARI KASUS SUNHAJI

 

PELAJARAN DARI KASUS SUNHAJI

Penghinaan yang berbuah kebahagiaan, itulah kasus yang terjadi pada seorang pedagang teh setelah menerima ejekan dan hinaan dari seorang pemuka agama. Mayoritas manusia memandang setiap kejadian bukan sebagai tanda-tanda dari kekuasaan Tuhan, melainkan sekedar cerita yang tidak ada nilai pelajaran. Begitulah mereka juga memperlakukan kisah-kisah dari Para Nabi dan Rasul didalam Al-Qur'an.

Kasus Sunhaji, seorang pedagang teh yang menjajakan dagangannya pada acara keagamaan, tidak lebih hanya  sebatas kesombongan yang diperlihatkan oleh yang merasa pandai dan merendahkan orang yang lemah. Kemudian diviralkan dan mengundang rasa iba pada kebanyakan orang. Itulah nilai yang hanya bisa diambil dari kasus seorang pedagang teh yang dizalimi karena keterbatasan. Lalu adakah nilai yang lebih besar dari pelajaran tersebut?.

Barang yang dijual Sunhaji adalah sesuatu yang diperoleh dari proses transaksi yang jelas, dan ditawarkan kepada pembeli yang jelas pula, artinya secara hukum jual-beli apa yang dilakukannya sudah benar dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Semakin banyak yang membeli, maka keuntungan yang diperoleh akan berkali lipat. Lalu bagaimana dengan tawaran yang disampaikan pemuka agama, terhadap ajaran yang diyakininya?.

Dalam perjalanan Para Nabi dan Rasul, misi kebenaran yang dilakukan ketika berdakwah kepada manusia tidak mengharapkan sedikitpun imbalan atas apa yang disampaikan. Bahkan segala penolakan harus di sambut dengan kebijaksanaan, tidak boleh dibalas dengan ucapan kasar yang tidak mendasar. Mereka meyakini bahwa upahnya sudah disiapkan Allah, Tuhan Semesta Alam. Sehingga balasan dari manusia tidak boleh diharapkan, apalagi menuntut banyak dari apa yang sudah disampaikan. Demikianlah ajaran Islam mengajarkan, untuk memperkuat pendapat ini mari kita renungkan ingatan Allah dalam Kitab Suci Al-Qur'an di beberapa surat dibawah ini:

اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِـوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَآءً وَّلَا شُكُوْرًا

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu."

(QS. Al-Insan 76: Ayat 9)

قُلْ مَاۤ اَسْـئَـلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ اَجْرٍ اِلَّا مَنْ شَآءَ اَنْ يَّـتَّخِذَ اِلٰى رَبِّهٖ سَبِيْلًا

"Katakanlah, "Aku tidak meminta imbalan apa pun dari kamu dalam menyampaikan (risalah) itu, melainkan (mengharapkan agar) orang-orang mau mengambil jalan kepada Tuhannya.""

(QS. Al-Furqan 25: Ayat 57)

اتَّبِعُوْا مَنْ لَّا يَسْــئَلُكُمْ اَجْرًا وَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ

"Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."

(QS. Ya-Sin 36: Ayat 21)

Dengan ketiga ayat ini, sangatlah jelas dan gamblang bahwa Allah tidak mengajarkan kepada para pembawa risalah-Nya untuk memperjualbelikan ajaran-Nya karena mengharapkan imbalan dari manusia. Kebenaran tidak boleh diatur oleh manusia, memilih yang sesuai dengan selera nafsnya dan menyingkirkan yang bersinggungan dengan kemauan dirinya. Itulah prinsip yang selama ini disembunyikan dan banyak manusia tidak mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan Semesta Alam, Allah SWT.

Dari tulisan singkat ini, semoga kita bisa menilai kedudukan Sunhaji dan Pemuka agama yang sedang viral diberitakan.

Penulis:

Michael Zahid Aditya

DOSA BESAR YANG TERLUPAKAN

 

DOSA BESAR YANG TERLUPAKAN

 

Saat ini mayoritas manusia memahami dosa itu, sebatas perbuatan yang nampak oleh mata telanjang. Padahal sesuatu yang terlihat dan dilakukan oleh kebanyakan orang, berasal dari dorongan yang berangkat dalam kesadaran. Artinya perbuatan seseorang adalah refleksi dari kesadaran. Ada sumber yang memicu perbuatan dosa terjadi dan berlangsung dalam keseharian. Sumber inilah yang luput dari penguasaan manusia, karena keterbatasan dalam pengetahuan. Celakanya, mereka memandang indah perbuatan dosa yang dilakukan dan tidak menyadari ada kemurkaan besar dari Tuhan. Bagaimana mungkin perbuatan baik dimata mereka, di batalkan nilainya oleh Sang Pencipta. Tetapi, itulah fakta kebenaran yang terjadi dalam kehidupan, segala sesuatu yang baik di sisi manusia belum tentu baik dan benar di sisi Allah Sang Pencipta.

Manusia lebih tertarik menata sesuatu yang terlihat daripada mengurus pekerjaan yang belum nampak. Dan mereka lebih takut dengan peringatan yang sudah ada dan dirasakan saat ini, ketimbang janji yang akan datang dan ancaman yang nanti terjadi. Begitulah rasionalitas manusia bekerja tanpa adanya bimbingan dari Sang Pencipta dirinya, menafikan kekuatan besar yang bekerja mengendalikan alam semesta beserta isinya.

Sepandai-pandainya manusia memaksimalkan intelektualnya, tidak akan mampu membuka tabir rahasia terbesar kehidupan, tanpa bimbingan-Nya. Manusia harus merendahkan diri untuk mengakui keagungan dan kemuliaan-Nya, serta menyerahkan solusi permasalahan sosialnya kepada Dia. Berbeda dengan binatang yang tidak memiliki tugas mulia dari pencipta-Nya, manusia diberikan dan dibekali dengan kelebihan untuk mengelola alam beserta isinya. Pengelolaan alam tanpa aturan yang ditetapkan-Nya, berakhir dengan kerusakan yang merugikan manusia. Akal pikiran yang berjalan sendiri, tanpa bimbingan Wahyu yang bersumber dari Tuhan Semesta Alam, akan menciptakan keserakahan, ketamakan dan ketidakadilan di seluruh lini kehidupan.

Pusat kendali yang mengarahkan dan menuntun akal pikiran, diluar bimbingan Tuhan Semesta Alam adalah nafsu syahwat (hawa nafsu) yang ada di dalam kesadaran. Dan tidak ada satu pun kekuatan, yang mampu mengendalikan dominasi hawa nafsu dalam pikiran kecuali Dia yang menciptakan. Inilah sumber kendali dari seluruh perbuatan manusia yang ada dimuka bumi, sumber inilah yang luput dari pengawasan dan perhatian. Tidak ada tekhnologi yang secanggih apapun di zamannya mampu mengendalikan dominasi hawa nafsu dalam diri manusia. Karena secara fisik inilah yang menghidupkan manusia, dan tanpa eksistensinya tidak ada kehidupan biologis di antara mereka.

Kiranya ingatan Tuhan, Allah S.W.T dalam Al-Qur'an surat Al-Furqan (25) ayat 43-45, menjadi landasan berpikir kita atas kondisi manusia saat ini;

اَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰٮهُۗاَفَاَ نْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيْلًا

"Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?"

اَمْ تَحْسَبُ اَنَّ اَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُوْنَ اَوْ يَعْقِلُوْنَۗاِنْ هُمْ اِلَّا كَا لْاَ نْعَا مِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ سَبِيْلًا

"Atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya."

Kemudian di surat  Ar-Rum (30) ayat 41-42;

ظَهَرَ الْفَسَا دُ فِى الْبَرِّ وَا لْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّا سِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَ رْضِ فَا نْظُرُوْا كَيْفَ كَا نَ عَا قِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلُۗكَا نَ اَكْثَرُهُمْ مُّشْرِكِيْنَ

"Katakanlah (Muhammad), "Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang menyekutukan (Allah)."

Dari ke-4 ayat pada dua surat tersebut, memberikan jawaban kepada kita bahwa hawa nafsu yang dijadikan Tuhan dalam kehidupan sosial manusia akan berbuah kerusakan baik di daratan maupun lautan, dan tidak ada solusi perbaikan selain kembali kepada-Nya. Lalu apakah bentuk dosa besar yang dirumuskan dari hawa nafsu manusia?...

 

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Serpihan petuah

 Serpihan petuah    Berdasarkan kajian surat Asy Syu'ara' ayat 198 sampai 200  saya berani menyimpulkan bahwa kitalah dari bangsa Nu...