Sejatinya keharmonisan dan keseimbangan yang ada pada alam
tercipta karena ukuran yang sudah ditetapkan. Apapun yang kita saksikan dan
rasakan, baik pada diri maupun lingkungan sudah disetting untuk berjalan sesuai
undangan. Tidak satu iota pun makhluk di alam yang bergerak diluar skenario
Tuhan Semesta Alam. Ketika ada yang bergerak tidak sesuai dengan skenario-Nya,
maka kerusakan menjadi jawaban atas pelanggaran yang dibuat. Sekali lagi ini semua
sudah tercatat, baik akibat dari ketaatan maupun pengingkaran atas ukuran yang
sudah ditetapkan Tuhan pada hukum alam.
Manusia tidak bisa berlepas diri dari hukum yang ada pada
alam, karena dia terikat dengannya suka ataupun tidak. Bersyukur atau menjadi
kufur atas nikmat yang diberikan, sudah menjadi bagian dari rencana besar Tuhan
atas sikap manusia dalam mengambil pilihan.
Secara bawaan manusia dibekali dengan kenikmatan yang sama, yakni
memiliki sarana pendengaran, penglihatan, dan pemahaman. Ketiga nikmat inilah
yang menjadi modal besar manusia untuk mengeksplorasi diri dan lingkungannya.
Manusia mempunyai kemampuan untuk belajar karena memilikinya, sehingga tidak
ada alasan baginya untuk memposisikan diri tidak mengetahui apa-apa.
Pengetahuan hanya bisa diperoleh dengan menggunakan tiga
sarana yang telah diberikan Tuhan semenjak kita dilahirkan. Secara fungsional
ketiganya dapat berfungsi dengan baik ketika umur manusia sudah cukup secara
biologis. Artinya, Tuhan sudah menyediakan waktu yang berjenjang untuk
memberikan tanggung-jawab pada waktunya. Kemampuan manusia dalam mencari dan
menggali pengetahuan sudah dibekalinya, Dia tidak pernah menzalimi manusia atas
kondisi kebodohan yang ada, sehingga ketertinggalan dirinya atas pengetahuan
adalah buah dari kemalasan berpikir.
Seorang ilmuwan tidak dilahirkan tanpa ada rasa ingin tahu
yang mendalam. Tujuan hidup dan keinginan yang kuat yang menghantarkan dirinya
menjadi berpengetahuan. Tetapi seorang ilmuwan tidak akan pernah bisa belajar
jika medianya tidak disediakan, itulah peranan alam semesta yang diciptakan Tuhan untuk memenuhi
keinginan akan pengetahuan. Kehadiran alam semesta beserta isinya adalah media
belajar manusia untuk mensyukuri nikmat pengetahuan. Jadi, alangkah bodoh dan
naifnya manusia yang menyalahkan Tuhan atas kemiskinan ilmu yang dirasakan.
Sekali lagi, semua sarana dan prasarananya sudah disediakan, sekarang
tergantung kepada manusia mau atau tidak untuk memiliki ilmu pengetahuan.
Dengan pengetahuan manusia menjadi makhluk yang bermanfaat
dan berguna bagi mahkluk yang lainnya, dia akan mengukur segala sesuatu yang
diperbuatnya dengan ilmu agar menimbulkan manfaat bagi alam sekitar. Itulah
manfaat jika manusia hidup berdasarkan ilmu alam, dia akan menyelaraskan
dirinya dengan perilaku alam. Dan tidak akan menjadi aktor perusak dari
ketidakseimbangan alam, karena kekacauan iklim yang terjadi disebabkan manusia
melupakan peranannya sebagai aktor utama yang menciptakan keseimbangan pada
alam.
Jika kita mau jujur mengakui, bahwasanya isi Kitab Suci
adalah cerita yang ada pada alam, baik yang dilakukan manusia ataupun
makhluk lainnya. Kenapa demikian?, sebab
tidak ada kemunafikan pada alam, dia hadir apa adanya tanpa dibungkus atau
dipoles dengan kepura-puraan. Kita belajar kejujuran dari alam, itulah ilmu
pengetahuan, sehingga ketika manusia mau hidup selaras dan berdampingan dengan
alam maka sesungguhnya, dirinya sudah menjadi bagian dari yang menyelamatkan
alam. Betapa indahnya jika hidup ini bisa berbagi kepada orang yang belum mengetahui,
karena begitulah alam mengajarkan manusia untuk menjadi makhluk yang pandai
bersyukur kepada Sang Pencipta.
Penulis:
Michael
Zahid Aditya