Sudah terlalu lama kita tenggelam dalam dunia yang penuh
prasangka. Segala sesuatunya diukur berdasarkan "kira-kira", tidak
ada kepastian akan pilihan, yang ada hanya dugaan tanpa kesamaan dalam ukuran.
Dunia prasangka tidak sedikitpun menghasilkan keuntungan, jikapun ada itu
bersifat sementara dan dirasakan segelintir orang saja. Masih terlalu banyak
yang dirugikan, ketika hidup seperti ini menjadi pilihan. Secara karakter
bawaan, mayoritas manusia lebih memilih menyelamatkan diri, keluarga dan
kelompoknya sendiri, daripada banyak orang (rahmatan lil alamin). Itulah yang
di bentuk dalam dunia prasangka, mementingkan urusan pribadi dan golongannya
menjadi skala prioritas untuk diutamakan. Tidak peduli dengan kesulitan yang
terjadi pada kebanyakan orang, ketika dia memberikan kepada banyak orang maka
keuntungan materi yang lebih banyak itu yg di harapkan datang. Pengorbanannya
bukan dilandasi kejujuran untuk menyelamatkan tetapi sebagai kamuflase untuk
memangsa banyak korban.
Kedustaan yang di ucapkan berulang-ulang akan menjadi
kebenaran, hal inilah yang mereka selalu
lakukan. Tidak ada yang diuntungkan, ketika kedustaan menjadi sarana komunikasi
dalam berhubungan, termasuk diri kita sendiri. Pada saatnya, mereka yang
melakukan ini, pasti akan ditinggalkan dan yang lebih mengerikan menjadi cerita
busuk yang memuakkan generasi yang akan datang. Tidak ada lagi yang bisa
dibanggakan, kebanggaan itu hanya pantas disombongkan tatkala mereka hidup dan
memiliki kekuasaan. Namun, setelah kematian menjemput hanya laknat dan sumpah
serapah yang diwariskan. Begitulah hidup orang-orang yang memilih prasangka
sebagai landasan kehidupan. Tidak ada keuntungan yang ada kerugian dan
penyesalan abadi dihari kemudian.
Kerusakan pada tatanan, baik diri dan lingkungan akan terus
berdatangan. Selama tidak tumbuh "kesadaran" akan kesalahan, maka
perbuatan yang salah akan selalu di ulang-ulang. Segala cara dilakukan untuk
melegalisasi berbagai bentuk kecurangan, sehingga terlihat indah dalam penampilan.
Tidak peduli dengan cibiran orang, asalkan kesenangan dapat diraih dengan mudah
tanpa mempertimbangkan. Semua peringatan ahli agama bisa dibelinya untuk
menebus kesalahan, meskipun laknat sebagian besar orang ditumpahkan. Hukum juga
bisa dibelinya untuk memutarbalikkan keadaan, tidak peduli netizen melontarkan
banyak cacian. Baginya adalah kepuasan untuk bisa menumpuk kesenangan.
Apakah kehidupan seperti ini yang kita banggakan?, Akankah
kita mewariskan model hidup seperti ini kepada generasi mendatang?. Tidak ada
gunanya sedikitpun hidup dalam "dunia prasangka", keberadaannya
merugikan siapapun yang menjadi pelakunya. Tidak ada gunanya hidup, jika hanya
meninggalkan sampah yang tidak berguna. Tersenyum sesaat dengan terpaksa,
tetapi menderita selamanya ditanggung oleh generasi setelahnya.
Penulis:
Michael
Zahid Aditya