Sabtu, 16 November 2024

DUNIA PRASANGKA


Sudah terlalu lama kita tenggelam dalam dunia yang penuh prasangka. Segala sesuatunya diukur berdasarkan "kira-kira", tidak ada kepastian akan pilihan, yang ada hanya dugaan tanpa kesamaan dalam ukuran. Dunia prasangka tidak sedikitpun menghasilkan keuntungan, jikapun ada itu bersifat sementara dan dirasakan segelintir orang saja. Masih terlalu banyak yang dirugikan, ketika hidup seperti ini menjadi pilihan. Secara karakter bawaan, mayoritas manusia lebih memilih menyelamatkan diri, keluarga dan kelompoknya sendiri, daripada banyak orang (rahmatan lil alamin). Itulah yang di bentuk dalam dunia prasangka, mementingkan urusan pribadi dan golongannya menjadi skala prioritas untuk diutamakan. Tidak peduli dengan kesulitan yang terjadi pada kebanyakan orang, ketika dia memberikan kepada banyak orang maka keuntungan materi yang lebih banyak itu yg di harapkan datang. Pengorbanannya bukan dilandasi kejujuran untuk menyelamatkan tetapi sebagai kamuflase untuk memangsa banyak korban.

 

Kedustaan yang di ucapkan berulang-ulang akan menjadi kebenaran,  hal inilah yang mereka selalu lakukan. Tidak ada yang diuntungkan, ketika kedustaan menjadi sarana komunikasi dalam berhubungan, termasuk diri kita sendiri. Pada saatnya, mereka yang melakukan ini, pasti akan ditinggalkan dan yang lebih mengerikan menjadi cerita busuk yang memuakkan generasi yang akan datang. Tidak ada lagi yang bisa dibanggakan, kebanggaan itu hanya pantas disombongkan tatkala mereka hidup dan memiliki kekuasaan. Namun, setelah kematian menjemput hanya laknat dan sumpah serapah yang diwariskan. Begitulah hidup orang-orang yang memilih prasangka sebagai landasan kehidupan. Tidak ada keuntungan yang ada kerugian dan penyesalan abadi dihari kemudian.

 

Kerusakan pada tatanan, baik diri dan lingkungan akan terus berdatangan. Selama tidak tumbuh "kesadaran" akan kesalahan, maka perbuatan yang salah akan selalu di ulang-ulang. Segala cara dilakukan untuk melegalisasi berbagai bentuk kecurangan, sehingga terlihat indah dalam penampilan. Tidak peduli dengan cibiran orang, asalkan kesenangan dapat diraih dengan mudah tanpa mempertimbangkan. Semua peringatan ahli agama bisa dibelinya untuk menebus kesalahan, meskipun laknat sebagian besar orang ditumpahkan. Hukum juga bisa dibelinya untuk memutarbalikkan keadaan, tidak peduli netizen melontarkan banyak cacian. Baginya adalah kepuasan untuk bisa menumpuk kesenangan.

 

Apakah kehidupan seperti ini yang kita banggakan?, Akankah kita mewariskan model hidup seperti ini kepada generasi mendatang?. Tidak ada gunanya sedikitpun hidup dalam "dunia prasangka", keberadaannya merugikan siapapun yang menjadi pelakunya. Tidak ada gunanya hidup, jika hanya meninggalkan sampah yang tidak berguna. Tersenyum sesaat dengan terpaksa, tetapi menderita selamanya ditanggung oleh generasi setelahnya.

 

Penulis:

Michael Zahid Aditya

Serpihan petuah

 Serpihan petuah    Berdasarkan kajian surat Asy Syu'ara' ayat 198 sampai 200  saya berani menyimpulkan bahwa kitalah dari bangsa Nu...